
NTT-News.com, Tambolaka – Kasus Penyakit Malaria masih cukup tinggi di hampir semua Kabupaten di Sumba. Hal ini disampaikan masing-masing Kepala Bidang yang menangani masalah malaria di semua Dinas Kesehatan yang ada di empat Kabupaten di Sumba dalam pemaparan analisis kasus malaria, di Tambolaka, Sumba Barat Daya.
Jenga Matias dari Dinas Kesehatan, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) mengatakan bahwa SBD merupakan salah satu Kabupaten di NTT yang masih beresiko terhadap penyakit malaria karena sampai dengan tahun 2016 seluruh Kecamatan masih merupakan wilayah endemis malaria.
Jumlah Kasus malaria yang dilaporkan pada tahun 2015 yaitu 7.600 kasus, dengan Annual Parasite Incident (API) 23 %o dan pada tahun 2016 kasus yang ditemukan sebanyak 6.035 kasus dengan API : 19 %o.
“Hal ini menunjukan bahwa SBD masih tinggi kasus malaria di dibandingkan dengan standart Annual Parasite Incident (API) Nasional yaitu kurang dari 1 %o,” ujar Mathias, Jumat 17 Februari 2017.
Sementara Kabupaten Sumba Barat, dilaporkan angka API masih cukup tinggi meskipun pada tahun 2014 lalu dari angka 20,8 turun menjadi 8,3 ditahun 2015. Sedangkan pada tahun 2016 meningkat lagi menjadi 12,3. Oleh karena itu, angka ini masih jauh dari target nasional API, yakni kurang dari 5 permil.
“Selain itu, Annual Blood Examination Rate (ABER) juga persentasenya masih rendah dari target menimal. Tahun 2015 berjumlah 6,1 persen dan hanya 5,6 persen pada tahun 2016. Targer minimal Aber lebih dari 10 persen,” demikian disampaikan Hortea Tefa.
Kabid P2P Dinas Kesehatan Sumba Tengah, Andreas Fa, menyatakan bahwa malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Kabupaten Sumba Tengah dan menjadi yang tertinggi penyakit malaria sedaratan Sumba.
Oleh karena itu, lanjutnya maka disiapkan langkah-langkah startegis seperti peningkatan akses layanan malaria yang bermutu, dan terintegrasi ke dalam layanan kesehatan primer. Penemuan dini dengan konfirmasi dan pengobatan yang tepat sesuai dengan standar dan pemantauan kepatuhan minum obat.
“Pencegahan dan Pengendalian vektor terpadu dengan intervensi kombinasi (LLIN, pengelolaan lingkungan). Penguatan Surveilan, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB, dan Penguatan kemandirian masyarakat,” tandasnya.
Sedangkan di Sumba Timur, dilaporkan juga bahwa Situasi malaria di Sumba Timur sebagian besar masih merupakan daerah High Incidence Malaria API lebih 5 ‰.
Menjadi persoalan lagi di daerah itu belum ada road map akselerasi malaria. Ketepatan, kelengkapan laporan masih rendah dari 4-5 Puskesmas. Laporan yang masuk juga tidak stabil karena terjadi pergantian pengelola dan tugas rangkap.
“Belum semua desa dilakukan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Cakupan MBS belum sampai 80 persen penduduk dan masalah Logistik juga masih menjadi kendala di sana,” kata Kabid P2 Dinkes Sumba Timur Tinus Djurumana.
Adapun upaya yang dilakukan adalah penemuan dan pengobatan kasus malaria berdasarkan konfirmasi laboratorium secara rutin. Mass Blood survey, dan pencatatan dan laporan yang akurat dan tepat waktu. (rey)