NTT-News.com, Tambolaka – Dinas Kesehatan Sumba Barat Daya (SBD) melatih kader kesehatan Juru Malaria Desa (JMD) dan Pendamping Kader di Hotel Sumba Sejahtera Tambolaka SBD Nusa Tenggara Timur, Minggu (13/6/2021).
Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Dinas Kesehatan SBD, drg. Yulianus Kaleka dengan melibatkan Pendamping Kader 4 orang dari 4 Puskesmas, yakni Puskesmas Kori, Puskesmas Bondo Kodi, Puskesmas Wallandimu, dan Puskesmas Panenggo Ede masing-masing 1 orang serta Kader JMD dari 20 Desa.
Kadis Kesehatan Yulianus Kaleka yang ditemui media usai membawakan materinya menuturkan SBD adalah penyumbang tertinggi angka malaria di Indonesia, dan diharapkan dengan adanya kerja keras semua elemen masyarakat, seluruh lini terkait termasuk kader malaria desa bisa menurunkan kasus malaria di SBD.
“Tentunya kegiatan ini sangat bermanfaat dalam rangka untuk menurunkan angka malaria di SBD melalui pelatihan kader malaria desa. Karena merekalah yang ada pada lini terdepan di masyarakat,” ujarnya.
Dirinya juga berharap, masyarakat dapat bekerja sama dengan menjaga kebersihan lingkungan, dan adanya kesadaran masyarakat yang tinggi sangat membantu dengan melakukan pemeriksaan jika ditemukan adanya kasus malaria di masyarakat.
“Bagaimana kita patuh untuk minum obat malaria sampai tuntas, butuh kesadaran kita semua, kepekaan terhadap persoalan kita bahwa malaria tinggi di SBD. Persoalan malaria memberi dampak besar yang tidak menguntungkan kemajuan wilayah kita, juga menjadi tidak bagus dengan pariwisata yang menjadi andalan kita,” tuturnya.
Sementara itu ketua panitia penyelanggara Terotji, M. File menjelaskan, pelatihan JMD bertujuan untuk mempercepat temuan kasus di lapangan sehingga tujuan nasional eliminasi malaria di tahun 2030 bisa tercapai.
“Untuk Provinsi NTT akan mengeliminasi malaria di tahun 2023. Untuk percepatan tujuan ini, maka berdasarkan Permenkes nomor 41 tahun 2018, di mana kader-kader bisa dilatih untuk melakukan penemuan kasus dengan menggunakan alat tes cepat atau RDT dan juga bisa memberikan obat berdasarkan hasil tes positif oleh pasien,” ujarnya.
Terotji menjelaskan, kegiatan pemberian obat oleh kader ini hanya berlaku di daerah-daerah khusus yang endemik tinggi, tetapi tenaga kesehatannya tidak terjangkau (desa-desa yang sulit dijangkau). Sehingga dibutuhkannya kader pemberdayaan masyarakat melalui JMD.
Malaria sendiri bukan merupakan penyebab kematian utama, namun di daerah berkembang seperti Papua dan NTT, penyakit malaria menjadi masalah utama bila tidak segera mendapat penanganan yang tepat dalam pemberian pengobatan dan pencegahan. Ditambah lagi situasi terkini penyebaran COVID-19 di Indonesia sudah semakin meningkat dan meluas hingga ke daerah endemis malaria, terutama di bagian Timur Indonesia salah satunya yaitu NTT, sehingga tantangan terhadap eliminasi malaria semakin besar.
“NTT tercatat menjadi salah satu propinsi dengan angka malaria tertinggi di Indonesia. Pulau Sumba merupakat salah satu pulau dengan angka malaria tertinggi di NTT dan SBD merupakan kabupaten dengan malaria tertinggi di pulau Sumba bahkan di NTT,” tuturnya. (*/ist/rey)