NTT-Newe.com,WETENG-Kelompok wanita tani Ole Dewa II di Desa Wee Kokora, Kabupaten Sumba Barat Daya(SBD), Nusa Tenggara Timur(NTT), memanfaatkan bahan lokal untuk diproduksi menjadi Pupuk Organik Padat(POP) dan Pupuk Cair Organik(POC). Kelompok ini sudah menekuni kegiatan tersebut sejak tahun 2017. Selain itu, kelompok itu juga aktif dalam menjalankan kegiatan koperasi.
Ketua Kelompok, Wilhelmina Mali Dapa mengatakan bahwa pemanfaatan pupuk organik sangat membantu dalam mengurangi beban ekonomi anggota, menjaga humonis tanah, mengurangi pencemaran lingkungan. Serta lebih efektif dan efisien. Menurutnya, pupuk organik dan pestisida organik bisa menjadi pengganti pupuk subsidi, bahkan dapat juga berfungsi untuk membunuh hama yang menyerang pertumbuhan tanaman tersebut.
“kelompok Ole Dewa II berdiri sejak tahun 2017, memiliki 30 orang anggota. Kami melakukan kegiatan produksi pupuk organik cair dan padat guna mengurangi beban ekonomi keluraga. Dengan begitu, kami akan bisa memanfaatkan uang pembelian pupuk subsidi untuk kebutuhan hidup lain. Untuk tanaman sendiri, kami hanya menanam tanaman hortikultura. Memproduksi pupuk organik ini juga bermanfaat untuk menghindari pencemaran lingkungan,”kata Wilhelmia ketika ditemui NTTNews.com disela-sela kegiatan, pada Senin(06/09/2021).
Sementara proses produksinya, Wilhelmina menjelaskan bahwa pupuk dan pestisida organik yang diproduksi oleh kelompoknya menggunakan bahan-bahan yang sangat mudah diperoleh dan tersedia dari alam. Untuk pupuk organik cair(POC), anggotanya hanya membutuhkan beberapa jenis daun tumbuhan, dan air tawar. Bahan-bahan tersebut dicampur dalam satu wadah, selanjutnya diaduk sampai merata, ditutup menggunakan plastik untuk proses fermentasi.
Untuk POP, lagi urai Wilhelmina, anggotanya memanfaatkan kotoran ternak, bedak/pa’u, jerami padi, kombinasi beberapa jenis daun tumbuhan yang sudah dikeringkan. Sedangkan Pengurainya menggunakan Micro Organisme Local(MOL).
“kurang lebih setelah 3 minggu, pupuk dan pestisida organik sudah bisa digunakan dengan cara disemprotkan ke tanaman ataupun disiram ke tanah sekitar tanaman,”jelas Wilhelmina yang sudah mengantongi beberapa piagam itu.
Lebih lanjut, Wilhelmina mengaku bahwa kelompok yang didirikannya masih memiliki kekurangan dalam mempermudah proses pembuatan pupuk organik dan pestisida. Saat ini, lanjut ketua kelompok itu, masih menggunakan alat-alat manual. Sementara kebutuhan air masih sistim swadaya. “untuk proses penghancuran kombinasi daun tumbuhan, kami menggunakan lesung dengan cara menumbuknya,”ucap dirinya.
Dirinya berharap agar bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat. Kebutuhan prioritas yang dibutuhkan, kata Wilhelmina, diantaranya mesin pencacah kompos dan sarana penyaluran air. “Air dan pecacah kompos kami sangat butuhkan. Paling penting, kami sangat berharap bisa mendapatkan bantuan sumur bor atau penyaluran air guna mempermudah kegiatan yang kami sedang tekuni,”harap dirinya.
Ditemui terpisah, salah seorang siswa bertalenta Sumba Barat Daya(SBD) yang mengangkat isu pertanian, Maya Takanjanji mengaku bangga bisa mendapatkan kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pembuatan pupuk dan pestisida organik. Menurutnya, kesempatan berharga itu sangat relevan dengan isu yang diemban. Bahkan, dirinya dkk, turut berkonstribusi dalam mengimplementasikan pengetahuan yang didapat selama proses belajar di REMDEC Swaparkasa beberapa bulan yang lalu.
“kami sangat bangga bisa dilibatkan dalam kegiatan ini. Apa lagi isu yang kami angkat sangat berhubungan dengan kegiatan kelompok ini. Kehadiran kami hanya sebagai siswa pkyang sedang praktek mengimplementasikan ilmu yang kami peroleh dari REMDEC Swaparkasa. Kami juga berusaha untuk meirganisir kelompok ibu-ibu ini,”tutur Maya.(Rian)