NTT-News.com, Kupang – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) melalui Bidang Tindak Pidana Khusus secara resmi menetapkan tujuh orang sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi, masing-masing dalam dua perkara berbeda yang merugikan keuangan negara miliaran rupiah.
Kasus pertama: Dugaan Korupsi Pengelolaan Penyertaan Modal PT. JAMKRIDA NTT Rp25 Miliar Tahun 2017 Berdasarkan alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, ahli, surat, dan petunjuk, ditemukan dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tiga tersangka dalam perkara ini, yaitu:
- II – Direktur Utama PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) NTT,
- OFM – Direktur Operasional PT Jamkrida NTT,
- QMK – Kepala Divisi Umum dan Keuangan PT Jamkrida NTT.
Perkara ini bermula dari kegiatan penempatan dana investasi yang dilakukan oleh PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) NTT pada tanggal 15 Agustus 2019, lalu yaitu sebesar Rp5.000.000.000 ke dalam bentuk kontrak pengelolaan dana di PT Narada Aset Manajemen (NAM).
Keputusan investasi tersebut diambil oleh Komite Investasi PT Jamkrida NTT yang beranggotakan Direktur Utama, Direktur Operasional, dan Kepala Divisi Umum dan Keuangan, tanpa melakukan kajian kelayakan atau analisa risiko investasi yang memadai (due diligence).
Lebih lanjut, dana sebesar Rp5 miliar tersebut tidak disetorkan langsung ke rekening resmi milik PT NAM, melainkan ke rekening atas nama pihak ketiga, yaitu PT Narada Adikara Indonesia, yang secara hukum dan administratif tidak terkait dengan kontrak pengelolaan dana. Pihak PT NAM juga tidak pernah mengalokasikan dana tersebut untuk pembelian saham PT Jamkrida NTT di PT Terregra Asia Energy sebagaimana maksud awal investasi.
Pada akhir masa kontrak, yaitu 15 Agustus 2021, PT Jamkrida NTT tidak memperoleh pengembalian modal maupun keuntungan dari investasi tersebut. PT Jamkrida NTT mengalami kerugian sebesar Rp. 4.750.000.000 (empat miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah). ujarnya pada jumat 9 Mei 2025.
Dugaan Korupsi Rehabilitasi Jaringan Irigasi Wae Ces Empat Tersangka di Tahan Kejati NTT
Kasus Kedua: Dugaan Korupsi Rehabilitasi Jaringan Irigasi Wae Ces 1–4 (2.750 Ha) Kabupaten Manggarai, Tahun Anggaran 2021 dengan nilai kontrak pelaksanaan pekerjaan kontruksi sebesar Rp. 3.848.907.000,00 (Tiga Milyar Delapan Ratus Empat Puluh Delapan Juta Sembilan Ratus Tujuh Ribu Rupiah).
Berdasarkan alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, ahli, surat, dan petunjuk, ditemukan dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan empat tersangka ditetapkan dalam kasus proyek irigasi tersebut, yaitu:
- DW – Selaku Penyedia,
- SKM – Konsultan Pengawas,
- ASUD – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) I,
- JG – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) II.
Kasus ini berkaitan dengan proyek rehabilitasi jaringan irigasi D.I. Wae Ces seluas 2.750 hektar di Kabupaten Manggarai, yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2021 dengan pagu sebesar Rp4.638.900.000 dan nilai kontrak sebesar Rp3.848.907.000. Proyek ini dijalankan oleh Dinas PUPR Provinsi NTT dengan pelaksana PT Kasih Sejati Perkasa.
Permasalahan dimulai sejak perencanaan proyek. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) I, yakni ASUD, tidak melakukan reviu atau evaluasi terhadap dokumen perencanaan teknis yang digunakan untuk pelelangan.
Dokumen tersebut ternyata berasal dari hasil survei tahun 2019 yang dilakukan oleh pejabat Dinas PUPR saat itu, yakni Kepala Seksi Pembangunan Irigasi. Dokumen perencanaan tersebut langsung digunakan Pokja Dinas PUPR NTT untuk proses tender, tanpa pembaruan data kondisi eksisting.
Setelah kontrak diteken pada 18 Maret 2021, DW selaku Direktur PT Kasih Sejati Perkasa justru membuat perjanjian subkontrak dengan pihak lain (KE), dengan nilai kesepakatan sebesar Rp640.000 per meter kubik item terpasang, yang berbeda dengan perjanjian awal.
Dalam pelaksanaannya, pekerjaan fisik irigasi tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dan item pekerjaan yang tertuang dalam kontrak maupun adendum.
SKM sebagai Konsultan Pengawas dari Decont Mitra Consulindo tidak melakukan verifikasi teknis yang akurat di lapangan, namun tetap membuat laporan bulanan progres pelaksanaan proyek secara kumulatif tanpa mencerminkan kondisi riil pekerjaan.
Sementara itu, JG yang bertindak sebagai PPK II tidak pernah turun ke lokasi pekerjaan untuk memastikan pelaksanaan kontrak berjalan sesuai ketentuan. Namun, ia tetap menandatangani dokumen serah terima pekerjaan (PHO), menyatakan bahwa proyek telah selesai 100%. Padahal, backup data fisik 100% dari kontraktor tidak sesuai dengan addendum II dan tidak mencerminkan kondisi pekerjaan terpasang yang sebenarnya.
Perbuatan para tersangka menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 2.352.168.000 (dua miliar tiga ratus lima puluh dua juta seratus enam puluh delapan ribu rupiah), dengan indikasi kuat terjadinya penyimpangan pada pelaksanaan fisik proyek irigasi yang semestinya mendukung sektor pertanian dan ketahanan pangan di Manggarai.
Penahanan Tersangka
Guna kepentingan penyidikan, Penyidik Kejati NTT melakukan penahanan terhadap:
I.I, QMK, DW, SKM, ASUD dan JG di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kupang selama 20 hari ke depan.
OFM ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Kupang untuk jangka waktu yang sama.
Seluruh tersangka disangkakan melanggar ketentuan:
Primair: Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Subsidair: Pasal 3 jo. Pasal 18 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pernyataan Resmi Wakajati NTT
Dalam keterangan pers yang disampaikan kepada awak media, Wakajati NTT Ikhwan Nul Hakim, S.H., didampingi Asisten Tindak Pidana Khusus Ridwan Sujana Angsar, S.H., M.H., menegaskan bahwa :
“Penegakan hukum atas perkara ini menjadi bukti konkret bahwa Kejati NTT serius dalam menangani setiap dugaan tindak pidana korupsi, khususnya yang berdampak langsung pada keuangan negara dan kepentingan masyarakat luas.
“Kami mencermati bahwa selama ini masih terjadi ketidakefektifan dalam penggunaan APBN, utamanya karena lemahnya tata kelola, pelanggaran aturan pengadaan barang/jasa oleh kementerian, lembaga maupun OPD.”
“Kondisi ini memperlambat tercapainya tujuan pembangunan, khususnya penanggulangan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di NTT. Lebih dari itu, unsur pengawasan internal maupun fungsi APIP tidak berjalan optimal, sementara penegakan hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir masih belum progresif dan tegas di banyak daerah.”
“Oleh karena itu, Kejati NTT akan memfokuskan upaya penindakan dan pencegahan pada sektor-sektor krusial pembangunan, antara lain proyek-proyek ketahanan pangan, infrastruktur pendidikan, serta kesehatan yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan dasar masyarakat.”
“Kami juga akan memaksimalkan pemulihan kerugian negara, baik melalui proses litigasi maupun upaya non-litigasi, seperti gugatan perdata atau pendekatan keperdataan lainnya, guna memastikan kerugian keuangan negara dapat kembali ke kas negara.”
“Kejaksaan Tinggi NTT bersama seluruh jajaran mendukung penuh gerakan pemberantasan korupsi sebagaimana diinstruksikan oleh Jaksa Agung RI dan Presiden RI, khususnya dalam upaya menjaga akuntabilitas dan efektivitas penggunaan APBN dan APBD. Prioritas utama penegakan hukum saat ini adalah mengawal setiap rupiah anggaran negara agar tepat guna dan memberikan manfaat nyata bagi rakyat.”***