NTT-News.com, Tambolaka – Pembuatan jalan pekarasan di wilayah Kelurahan Langga Lero, Kecamatan Tambolaka, SBD tidak diketahui oleh pemilik tanah. Dan dinilai telah melakukan pekerjaan di atas tanah orang dengan semaunya atau secara sepihak.
Dampaknya, akses jalan yang sudah selesai dikerjakan pihak kelurahan pun menuai protes dari pemilik tanah tersebut. Sehingga pemilik tanah melakukan aksi penutupan dengan menggunakan pagar permanen.
Polemik itu pun dinilai telah merugikan masyarakat dan negara. Sebab, jalan pekarasan yang baru selesai dikerjakan dengan menggunakan uang Negara tidak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Saat ini, pemilik tanah pun sedang mengumpulkan materi dan akan mengambil langkah hukum guna menggugat persoalan jalan yang akan dituangkan dalam gugatan perdata.
Seperti yang dikatakan pemilik tanah, Emanuel Bani yang baru mengetahui lahan tanah miliknya digunakan untuk pembuatan jalan pekarasan sesudah ia kembali ke kampung halamannya. Pasalnya, saat pengukuran, ia berada di luar provinsi. Sehingga ia mengaku dirugikan karena tidak diberitahukan oleh pihak kelurahan sebelum mengerjakan jalan tersebut.
“Saya kaget, ketika pulang kampung dan mengetahui lahan saya di situ sudah dibuatkan jalan. Padahal tidak ada pemberitahuan dalam pengerjaan jalan di atas tanah milik saya, inikan sudah ceroboh, buat semaunnya,” jelas Emanuel ketika dihubungi wartawan via whatshap.
Penutupan akses jalan itu dilakukan guna mengetahui pihak mana yang melakukan pembuatan jalan di tanah milik warga secara ilegal. “Saya tidak tahu apakah dari kelurahan atau perorangan. Pastinya tanah saya sudah digunakan. Untuk mengetahui siapa yang membuat jalannya jadi saya tutup,” tambah Emanuel.
Emanuel menegaskan akan segera menggugat pihak kelurahan yang telah membuat jalan secara sepihak, serta tidak mengedapankan musawarah. Sebab dari pengukuran atau pun perencanaan tidak melibatkan dirinya sebagai pemilik tanah.
Saat ini, kata Emanuel sedang melengkapi materi gugatan. Setelah pulang dari Jakarta, Emanuel menegaskan akan segera mengadukan persoalan itu di pihak yang berwewenang. Ia akan serius menangani persoalan yang menimpah tanahnya dengan mengikuti prosedur hukum yang berlaku, serta akan menuangkan kasus ini dalam gugatan perdata.
“Saya sedang melengkapi materi gugatan. Saya balik dari Jakarta, saya akan segera mengadukan persoalan ini ke Pengadilan Negeri Waikabubak. Saya akan mengikuti prosedur hukum yang berlaku dan masalah ini saya akan tuangkan dalam gugatan perdata,” ucapnya.
Lebih lanjut, Emanuel menuturkan bahwa persoalan pajak masih pertanggungan pemilik lama karena belum dibalik nama atau sertifikasi kepemilikan lahan yang baru. Sedangkan kalau pajak bumi dan bangunan, jelas Emanuel, bukan bukti kepemilikan tanah melainkan kewajiban dari pada penggarap kepada Negara.
“Begini kalau pak Lurah itu ngerti, pajak itu masih pertanggungan pemilik lama karena belum dibalik lama. Bukti pajak itu bukan bukti kepemilikin, itu kewajiban penggarap kepada Negara. Bukti kepemilikan itu adalah jual beli atau sertifikat,” jelasnya.
Emanuel menilai tindakan Kelurahan memiliki kesalahan yang fatal. “Sekarang jalan sudah ada, kalau saya tetapkan harga per-meter persegi, apakah Lurah bertanggung jawab atas kerugian itu? atau pemerintah bertanggung jawab atas kerugian itu? itu tidak bisa, karena semua punya regulasi,” tandasnya.
Ketika ditanya terkait mediasi, Emanuel mengaku belum pernah bertemu dengan pihak kelurahan. Dirinya sempat meminta pihak kelurahan untuk mendatangi kediamannya di Kodi guna mencetuskan solusi dari persoalan tersebut. Namun demikian, kata Emanuel, pihak kelurahan tidak mengindahkan hal itu.
Walau pun terjadi mediasi dengan pihak Kelurahan atau mengetahui sebelum pengerjaan jalan itu, Emanuel menegaskan tidak akan memberikan ijin pengerjaan di lokasi tanahnya, serta tetap melakukan pembatalan. Sebab tanah itu diperuntukan dirinya untuk membangun open house.
“Makanya kalau ada pertemuan kita mau cetuskan beberapa solusi. Pak lurah tidak bersedia datang ke kodi untuk membahas secara terperinci. Saya tegas biar dengan adanya mediasi, saya tetap membatalkam dan tidak memberi ijin,” tegasnya.
Emanuel juga menyebut Pihak Kelurahan harus bertanggung jawab secara adminstratif. Sebab akses jalan diperuntukan bagi masyarakat umum tidak dimanfaatkan.
“Nah, sekarang Jalan itu sudah ada, sudah dibangun, uang Negara sudah tersalurkan artinya Pemerintah atau Negara sudah dirugikan, secara adminstratif, Lurah harus bertanggung jawab atas kelalaiannya sendiri,” tutupnya.
Terpisah, Kepala Kelurahan Langga Lero, Alfons K. Nong menyebut bahwa tanah yang digunakan untuk pembuatan jalan Pekarasan di wilayah pimpinannya tidak memilik SPPT. Namun demikian, ia mengaku bahwa tidak mengetahui pemilik tanah yang sebenarnya. Dirinya baru mengetahui setelah terjadi penolakan sesudah pengerjaan tersebut.
“Tanah ini tidak memiliki SPPT. Setelah saya cek dikantor tidak ada SPPT. Kalau begitu ini saya anggap tidak melakukan kewajiban terhadap Negara,” singkatnya.
Dirinya menyebut penganggaran jalan yang memiliki 800-an meter itu dianggarkan pada tahun 2021. Namun demikian, ia mengaku tidak mengingat jumlah anggarannya.
“Saya tidak begitu ingat, karena jalan itu terbagi dua bagian,” ungkapnya.
Hingga saat ini, Alfons menuturkan bahwa masih sedang melakukan mediasi dengan pemilik tanah yang telah melakukan pemblokiran. Ia juga menambahkan bahwa belum ada masyarakat lain yang melakukan pengaduan tekait penutupan akses jalan umum tersebut. (RIAN)