NTT-News.com – Program kerja pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) dinilai gagal oleh kedua organisasi yang tergabung dalam kelompok cipayung, yakni PMKRI Cabang Tambolaka dan DPC GMNI SBD. Sebab, dengan adanya kekurangan lapangan kerja, sehingga membuat masyarakat harus merantau bekerja sebagai tenaga pemanen jagung walau hanya beberapa bulan.
Sementara, menurut dua kelompok organisasi cipayung itu menyebut bahwa ada beberapa program pemerintah yang dicanangkan untuk mensejahterakan masyarakat. Salah satu diantaranya, Desa berkecukupan pangan.
Dengan adanya pengakuan masyarakat sebagai pelaku tenaga kerja di daerah lain demi memenuhi kebutuhan pangan keluarga, program tersebut dapat dinilai gagal. Sehingga bagi warga yang tidak merasakan dampaknya akan memilih merantau.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sumba Barat Daya (SBD), Tobias Talu memprihatinkan pembiaraan terhadap rakyat kecil yang menampungkan diri di pelabuhan weekelo.
Menurutnya, pemerintah harus mengambil langkah cepat dalam mencegal tenaga kerja yang hendak ke Bima maupun Sumbawa. Sebab tidak diketahui apakah semua tenaga kerja itu memiliki identitas pribadi atau tidak.
Hal ini bisa saja dikarenakan lapangan kerja yang tidak tersedia atau dikarenakan kebutuhan ekonomi keluarga yang semakin meningkat. Sementara, kata Tobias, pemerintah sedang genjot program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) dan Desa Berkecukupan pangan.
“Seharusnya, kalau program-program pemerintah itu jalan, pasti tidak ada yang akan merantau, kalaupun ada, pasti tidak seperti yang terjadi beberapa hari ini,” Kata Tobias.
Disisi lain, Tobias juga menyebut pengetahuan masyarakat dalam mengolah lahan masih minim. Sehingga berdampak pada hasil panen yang kurang memuaskan. Namun demikian, ia menambahkan bahwa keterbatasan yang dimiliki masyarakat seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dalam mengatasinya.
“Masyarakat kan mengaku gagal panen sehingga harus ke Bima mencari kerja ke sana, sebenarnya pemerintah harus hadir menjadi garda terdepan, bukan membiarkan masyarakat lalu kita menyebut masyarakat malas. Mereka sudah garap lahan kosong, lahan berbukit, tapi mereka memiliki kekurangan, seperti kesediaan air irigasi, pupuk dan kebutuhan pertanian lainnya, dengan kekurangan pastinya akan gagal panen,” ungkapnya.
Senada dengan Ketua Persatuan Mahasiswa Khatolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Tambolaka, Yulius Lere menyebut pemerintah lalai dalam menyukseskan program kerjanya. Sehingga, kata Yulius, tidak salah kalau masyarakat harus menjadi tenaga kerja di daerah lain.
Walau hanya beberapa bulan bekerja di daerah lain, menurutnya, bisa dijadikan salah satu acuan bahwa pemerintah tidak mampu memberikan lapangan kerja kepada rakyatnya.
Yulius menjelaskan, beberapa bulan lalu, SBD baru saja di serang hama belalang sehingga menyebabkan masyarakat gagal panen.
“Inikan sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga, Desa berkecukupan pangan itu di mana? TPJS itu di mana? bisa saja warga SBD jadi tenaga panen jagung di daerah lain, sementara SBD punya program itu,” ucapnya.
Lebih lanjut, Yulius menambahkan bahwa dampak dari gagal panen yang juga memicu hati masyarakat harus merantau untuk bisa bertahan hidup. Seandainya, Kata Yulius, program berkecukupan pangan itu berjalan sebagaimana mestinya, ia meyakini bahwa masyarakat tidak akan kekurangan makanan.
“Baru-baru ini, SBD dilanda hama belalang, hampir semua petani kita gagal panen, ini kan bisa jadi pemicu untuk masyarakat harus keluar untuk mencari nafkah,” tandasnya.
Ia berharap supaya masyarakat yang bekerja ke Bima maupun Sumbawa dibekali pendidikan yang cukup atau memiliki identitas pribadi secara legal. Sehingga tidak menyulitkan diri mereka (Masyarakat) ketika berada di daerah lain. Ia juga berharap supaya pemerintah segera mengatasi hal tersebut. (RIAN)