NTT-News.com, Labuan Bajo – Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, NTT, merupakan Situs Warisan Dunia dan sebagai salah satu Destinasi Ekowisata Kebanggaan Nasional. Oleh sebab itu, keberadaan destinasi ini mesti dijaga untuk mempertahankan keberlanjutannya.
Hal ini disampaikan Kepala Balai Taman Nasional Komodo (TNK), Lukita Awang Nistyantara saat menggelar Foucus Group Discussion (FGD) tentang ‘Daya Dukung Daya Tampung di Kawasan Taman Nasional Komodo’ pada Jumaat (11/2/2022) di Hotel Bintang Flores, Labuan Bajo.
“Sebagai Situs Warisan Dunia dan Destinasi Ekowisata Kebanggaan Nasional dan titipan anak cucu, TNK perlu kita jaga keberlanjutannya,” ungkap Lukita Awang.
Menurutnya, Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai Situs Warisan Dunia dan Destinasi Ekowisata Kebanggaan Nasional perlu dijaga bersama dengan konsep pengelolaan yang mengedepankan konservasi dan berkelanjutan.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, TNK merupakan habitat bagi binatang Komodo beserta satwa lainnya dan tumbuhan-tumbuhan yang tentu saja memiliki siklus kehidupan yang saling ketergantungan antara satu dengan yang lain.
Selain itu, TNK sebagai Cagar Biosfer Komodo tentunya memiliki perpaduan antara keunikan biodiversitas dengan sosial budaya masyarakat. Legenda dan mitos lahir di kalangan masyarakat setempat oleh karena adanya simbiosis dan harmonisasi antara manusia dengan satwa liar yang hidup berdampingan satu sama lain.
Dikatakannya, TNK membentang tinggi hingga ke wilayah pegunungan di Pulau Komodo dan menjulang dalam hingga ke beberapa titik perairan dalam berwarna biru kegelapan. Ekosistemnya unik dan mendapatkan perhatian masyarakat dunia oleh karenanya.
“Taman Nasional Komodo merupakan destinasi wisata alam kekinian. Maka Bapak dan Ibu jangan heran jika keinginan para pelajar Indonesia dan luar negeri untuk dapat belajar langsung di laboratorium alam ini semakin tinggi setiap tahunnya,” jelas Lukita Awang
Ia juga menyampaikan bahwa mengelola TNK tidaklah mudah. Sangat kompleks. Banyak faktor dan hal yang perlu menjadi pertimbangan seksama agar produksi kebijakan tepat sasaran positif tidak hanya untuk pengelolaan namun juga konstruktif bagi biodiversitas dan sosial masyarakat di dalam dan sekitarnya.
“Oleh karena itu, segala bentuk kajian ilmiah harus dilakukan dengan sangat hati hati dan dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya. Precautionary principle (prinsip kehati-hatian),” ujarnya.
Kajian DDDT berbasis jasa ekosistem ini merupakan kajian yang dinantikan sejak lama. Menurutnya Informasinya dapat gunakan untuk menentukan kebijakan pengelolaan lebih tepat sasaran dan berbasiskan data ilmiah. Scientific based, evidence based, experience based perlu diperhatikan.
Penulis: Richard Bon