NTT-News.com Kupang – Semangat juang putra kelahiran negeri seribu kuda itu tak pernah pupus, kali ini Yohanes Landu Praing yang sedang menahkodai Bank NTT sedang gigih mempertahankan penurunan NPL agar kemabali dipercaya sebagai Bank Penyalur KUR UMKM.
Meski tertinggal saat ini dalam penyaluran Kuota KUR UMKM dari pemerintah pusat, Plt Direktur Utama Bank NTT tetap tidak patah semangat.
Plt Direktur Utama Bank NTT Yohanes Landu Praing tetap optimis dan terus berjuang memenuhi syarat-syarat agar kembali diberi kesempatan pemerintah Pusat untuk meyalurkan dana KUR UMKM sebesar Rp 1 Trilliun itu.
Baca Juga: Nasabah Bank NTT Yang Mau Kredit Harus Tahu Hal Ini
Perjuangan yang dilakukan Yohanes Landu Praing adalah terus berusaha menurunkan Non-Performing Loan (NPL) atau kredit macet di Bank NTT.
Yohanes menuturkan bahwa saat ini tren penurunan NPL bisa dipertahankan dalam dua hingga tiga bulan ke depan.
Dan, jika demikian yang terjadi maka Bank NTT berpeluang besar memperoleh kembali memperoleh kuota penyaluran KUR UMKM dari pemerintah pusat hingga Rp1 triliun.
“Kalau angkanya stabil atau terus turun, maka kuota itu pasti kita dapat. Tapi selama tiga bulan ini kita harus jaga agar NPL-nya tidak naik lagi,” katanya usai Rapat Bersama DPRD NTT.
Baca Juga: Waspada Modus Penipuan Atas Nama Bank NTT
Dikatakan Yohanis, selain fokus pada penyaluran KUR, Bank NTT juga tengah mendorong proses digitalisasi untuk mendukung optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut Yohanis, digitalisasi menjadi salah satu langkah strategis dalam meningkatkan penerimaan daerah, terutama di sektor perpajakan.
“Sekarang kan semuanya digitalisasi, karena itu salah satu sumber untuk menaikkan PAD, baik sektor pajak maupun lainnya. Memang kita arahnya ke sana semua,” ujarnya.
Selain itu, Yohanis juga menegaskan komitmen Bank NTT dalam mendukung visi-misi kepala daerah di NTT, terutama dalam hal penguatan ketahanan pangan dan hilirisasi demi kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga: Gubernur Melkiades Laka Lena Resmi Jadi Nasabah Bank NTT, Ajak Masyarakat Menabung Bangun Daerah
“Kami dukung visi misi gubernur, walikota, dan para bupati. Ini kan terkait dengan kesejahteraan, itu yang paling penting,” ujarnya.
Sementara itu, terkait pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Yohanis menyatakan bahwa Bank NTT masih menunggu arahan resmi dari Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena selaku pemegang saham pengendali.
“Kalau soal RUPS, kita tunggu arahan dari Pak Gubernur, karena beliau adalah pemegang saham pengendali. Kita siap melaksanakan saja apa bila sudah ada perintah dari pak Gub,” tandasnya.
Diketahui, Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) mencatat kinerja positif dengan berhasil menekan angka kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro hingga mencapai 2,6 persen.
Yohanes menjelaskan bahwa pembenahan internal yang dilakukan dalam beberapa waktu terakhir membawa dampak signifikan terhadap penurunan NPL yang sebelumnya sempat hampir mencapai 5%.
Baca Juga: Bank NTT dan Bank Mandiri Berkolaborasi dalam Program GENCARKAN di Kefamenanu
“Kemarin kita sudah lakukan pembenahan, sehingga NPL KUR Mikro dari pemerintah saat ini di angka 2,6 persen. Artinya, ada kebijakan yang kami lakukan sehingga angkanya ini turun,” jelasnya.
Upaya perbaikan tersebut membuahkan hasil, dengan NPL kini berada di angka 2,6 persen, jauh lebih baik dibanding sebelumnya yang mencapai angka 70 persen.
“Dengan NPL di bawah 5 persen, kami optimis tahun ini bisa mendapatkan kuota penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Target kita adalah kuota sebesar Rp1 triliun,” jelasnya.
Baca Juga: Jadi Sponsor Utama ETMC, Bank NTT Sumbang Rp250 Juta dari Dana CSR
Namun demikian, Yohanes Landu Praing juga mengingatkan bahwa stabilitas harus dijaga. “Selama tiga bulan ke depan, kita harus pertahankan NPL agar tidak naik. Kalau bisa turun lagi, peluang kita untuk dapat kuota KUR makin besar,” tambahnya.
Langkah ini diharapkan Yohanes Landu Praing mampu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat NTT, terutama pelaku usaha kecil dan sektor produktif di desa-desa yang selama ini sulit mengakses pembiayaan formal.***