Berawal dari sebuah pertemuan singkat, aku dan Steve kini menjadi sahabat yang cukup akrab, aku sering memintanya untuk mengantarku pulang jika mama atau papa terlambat menjemputku, beruntung jadwal kuliahku dan jadwal kuliah Steve banyak yang sama, karena Steve adalah seniorku.
Persahabatan kami berjalan baik, berbagi canda dan tawa, tapi tak jarang aku menangis manja kepadanya saat kenyataan tak seindah asa, tak dapat ku pungkiri banyak jajaran wanita cantik yang mencemburui kedekatan kami.
Aku merasa sangat nyaman didekatnya karena Steve memang suatu sosok yang sangat dewasa dan selalu membanjiriku dengan nasihat-nasihat bijaknya saat aku terisak manja kepadanya, Steve-lah “Mario Teguhku” meski harus ku akui hidup tak seindah silatan lidah Steve. Hingga suatu hari :
“Nona, malam ini aku jemput jam tujuh ya”.
Sebuah pesan singkat pada blakberry messenger dari pengirim dengan nama kontak Steve.
“Whatever”.
Ku balas sekenanya saja tanpa sebuah tanya, aku yakin Steve pasti menjagaku, entah mengapa.
***
Sebuah sepeda motor Vixion Putih yang ku tau dengan pasti milik Steve memasuki halaman rumahku, aku berlari kearahnya, Steve mengisyaratkan untuk naik ke atas motor dan aku menurut saja tanpa pamit pada orang rumah karena papa dan mama sedang tidak di rumah.
Steve membawaku pergi ke suatu tempat yang tak asing bagiku, pantai. Lampu-lampu di sepanjang pantai membuatku terpukau meski bukan untuk pertama kalinya, aku dan Steve memang sering bermain kesini.
“Indah”. Steve memanggilku sekaligus membuka pembicaraan kami.
“Iya Kak, ada apa? ada yang bisa ku bantu?”. Balasku dengan nada sedikit mengejek, aku memang paling hobby mengejek kak Steve.
“Mana kadonya?”.
“Kado? Kapan saya berjanji untuk memberikan kado?”.
“Jadi kado ulang tahunku cuma jalan-jalan ke pantai?
“Ulang tahun?”
“Iya, hari ini kakakmu yang paling ganteng ini berulang tahun, so, mana kadonya?”
“Ih, dasar cowok aneh, tanggal lahir kakak saja aku tidak tahu, bagaimana aku mempersiapkan kadonya?”
“Emang penting mengatakannya kepadamu?” katanya ketus.
“Ya sudahlah.. antar aku pulang sekarang”. Balasku tak kalah ketus.
“Pulang saja sendiri! tau jalan pulang kan?”. balasnya lagi.
Spontan air mata membanjiri pipiku, aku tak menyangka Steve membawaku ke sini hanya untuk diperlakukan seperti ini, dan lebih parahnya lagi, itu hanya karena kado ulang tahun, sematre itukah Steve? aku tak terbiasa dengan keadaan seperti ini, aku terbiasa dimanja oleh keluargaku, aku berbalik. Mengumpulkan seluruh tenagaku dan berlari sekencang-kencangnya. Tiba-tiba Steve telah berada di depanku.
“Seumur hidupku, baru petama kali aku temukan seorang gadis secantik kamu menangis di tempat seindah ini,” kata Steve dengan nada mengejek.
Aku tak menghiraukannya dan terus berlari, namun tiba-tiba Steve menahan tanganku, ia mengangkat wajahku, menatap mantap ke mataku dan berkata
“ini kado terindah dihari ulang tahunku, bisa melihat adik kesayanganku yang doyan pantai ini menangis di pantai, sumpah In, kamu kalau menangis makin cantik, sering-sering ya sayang”.
Sekejab semua kekesalanku menghilang entah kemana, aku memukulnya dengan manja.
“Andai aku mengatakan dari pagi bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku, pasti kamu akan merencanakan sebuah surprise buatku, tapi itu bukan yang terindah, karena mendapatkan surprise dihari ulang tahun adalah hal yang lazim, tapi jika kamu yang mendapat surprisenya, itu baru indah, seindah kamu dan segala tentangmu,” katanya sembari mengumbar senyum kemenangan.
“Happy Birthday my lovely brother, wish you all the best, tetap jadi kakak terbaik aku yang penuh kejutan ya,” kataku yang reflex memeluknya.
“Thanks Dear, I Love You”. Balasnya dan memelukku dengan erat.
“I… Love.. You?”. Aku mengulang ucapan Steve dengan terbata.
“Iya, aku mencintaimu, Nona Gracia Indah”
Aku belum menemukan kata-kata yang tepat untuk menguraikan tentang rasa yang sama dengan Steve, namun ia seolah memahami kebingunganku, ia memegang kedua bahuku, menatap tajam ke dalam mataku.
“Tapi sebagai adik yang paling ku sayangi” .
“Adik?”.
Napasku memburuh, seketika bahagia itu berubah menjadi amarah, aku menangis (lagi), buru-buru aku mencari handphoneku, mengetik nomor mama, aku minta di jemput, aku berlari ke jalan menunggu mama dan papa, sempat aku mendengar Randy berteriak “Karna kamu adikku, Indah”.
***
Dalam mobil yang dikendarai papa, sebuah pesan masuk, dari Steve.
“Aku tahu kita perlahan saling jatuh cinta, maka aku mencegahnya, karna cinta adalah cinta sedarah, kamu adikku, darah daging ayahku, maafkan aku sayang, I Love You”.