Memegang predikat sebagai seorang rantauan memang tidaklah mudah. Menata hidup di kota orang apalagi dengan kondisi yang semakin hari belum saja mencapai kondusif. Menjadi seorang single fighter tentu memerlukan banyak sekali perjuangan untuk diri sendiri.
Lalu, apa sebenarnya tantangan kami sebagai seorang rantau yang mengadu nasib di kota orang?
Saya adalah seorang pengajar lepas bahasa Inggris di Kota Yogyakarta. Sebelum adanya pandemi covid-19 ini saya mengajar bahasa Inggris door to door di kota ini. Namun setelah pandemi covid-19 menjadi sangat meresahkan negara, saya terpaksa di rumahkan. Beberapa alasan di rumahkan termasuk salah satunya adalah kebijakan pemerintah yang harus kita patuhi pada saat pandemi covid-19 ini terjadi, lock down.
Alhasil, tidaklah mudah bagi saya menerima keputusan dan pemikiran negatif termasuk kebijakan pemerintah yang menurut saya mematikan rezeki masyarakat. Padahal tanpa saya berpikir lebih panjang tentang sebab dan akibat jika pemerintah tidak membuat kebijakan tersebut. Menutup diri dengan rasa malu, akhirnya saya pun menerima dan mengikuti kebijakan pemerintah yang sudah seharusnya kita patuhi.
Kini, hampir 2 bulan masa pandemi covid-19 ini berlangsung. Pemerintah sudah memulai program baru yaitu new normal yang artinya masyarakat sudah bisa melakukan aktifitas seperti semula dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Berbeda dengan saya, disaat new normal sudah mulai dijalankan saya memilih untuk membuka English online course yang bisa dijangkau masyarakat di kota lain. Usaha memang tidak menghianati hasil, saya mendapatkan begitu banyak siswa dari kalangan Sekolah Dasar hingga umum.
Antusiasme masyarakat pada program English online course yang saya dirikan ini sangatlah mendukung saya dalam meningkatkan keinginan untuk mempelajari bahasa Asing lainnya. Tidak hanya itu, menguasai bahasa Inggris bukanlah kebanggaan diri saya karena hanya satu bahasa Asing yang sedang saya kuasai.
Alih-alih peran teman dekat saya bermain, beliau mengajak saya untuk belajar bahasa Jerman secara daring di masa pandemi ini untuk mengisi waktu kosong dikala saya tidak sedang mengajar. Hasilnya, saya mulai menguasai beberapa kosakata dan menata kalimat dalam bahasa Jerman. Membanggakan, bukan?
Kini masa pandemi covid-19 semakin membaik dan pemerintah mulai memberlakukan kebijakan new normal namun saya masih tetap saya, mengajar secara daring dan belajar bahasa Asing lainnya pun secara daring. Umur semakin bertambah, kondisi negara semakin membaik, teknologi semakin tak terkalahkan. Menciptakan karya atau menyalurkan bakat dalam diri tidak lagi mengenal usia.
Elfira D. Kartika
Yogyakarta, 2 Juli 2020.