Libur Sesuai Kalender Pendidikan, “Mencegah” atau Menambah klaster Sekolah?

0
266
Faustina Fitriane Nde'e Andu
Faustina Fitriane Nde'e Andu

NTT-News.com – Liburan menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh setiap orang untuk menikmati waktu sesuai dengan keinginan pribadi. Ada yang ingin berlibur ke pantai, mendaki gunung, pergi ke rumah nenek, dan sebagainya demi mendapat ketenangan dan jauh dari kesibukan yang membuat fisik dan mental kelelahan. Sehingga, waktu santai dan refreshing tersebut dilakukan untuk menyembuhkan atau mengembalikan energy yang dihabiskan saat beraktivitas tanpa rehat.

Namun apa yang terjadi jika libur dikurangi atau bahkan ditiadakan?

Pada tanggal 14 Desember 2021, Kemendikbud Ristek  secara resmi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 32 tahun 2021 yang memuat aturan baru sebagai berikut:

  1. Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya setiap tahun menetapkan kalender pendidikan yang memuat permulaan tahun ajaran, pengaturan waktu belajar efektif, dan pengaturan waktu libur.
  2. Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah tetap melaksanakan pembelajaran, pembagian rapor semester 1, dan libur sekolah tahun ajaran 2021/2022 sesuai dengan kalender pendidikan tahun ajaran 2021/2022 yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada angka 1.
  3. Satuan pendidikan tidak diperkenankan menambah waktu libur selama periode Natal tahun 2021 dan Tahun Baru tahun 2022 di luar waktu libur semester dalam kalender pendidikan yang ditetapkan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada angka 2.
  4. Pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah tetap melaksanakan tugas kedinasan di satuan pendidikan sesuai dengan kalender pendidikan.
  5. Memaksimalkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bagi pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik.
  6. Mengimbau orang tua atau wali peserta didik agar mengizinkan dan mendorong anaknya yang sudah memenuhi syarat dan ketentuan untuk divaksinasi Covid-19.
  7. Menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang lebih ketat di satuan pendidikan dengan pendekatan 5M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menghindari kerumunan) dan 3T (testing, tracing, treatment).

Peraturan di atas berlaku karena kondisi negara bahkan dunia yang masih belum luput dari ganasnya virus corona sehingga pemerintah memberlakukan aturan baru untuk mencegah kasus postif yang semakin meningkat.

Dalam peraturan tersebut, terdapat satu poin yang menjadi fokus utama pembahasan penulis dalam opini ini yaitu, satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah tetap melaksanakan pembelajaran, pembagian rapor semester 1, dan libur sekolah tahun ajaran 2021/2022 sesuai dengan kalender pendidikan tahun ajaran 2021/2022 yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada angka 1.

Artinya, jika libur sesuai dengan kalender pendidikan tahun 2021, maka pada bulan desember hari libur hanya pada tanggal 24 dan 25 Desember. Hal ini menjadi masalah yang sangat membuat peserta didik tak kuasa menahan api pendapat yang berkobar pada pikiran mereka.

Para siswa/peserta didik mengungkapkan aspirasi mereka melalui media sosial instagram dengan mengomentari akun Instagram resmi @pustekkom_kemdikbud dengan tagar #Kamibutuhlibur dan #Pelajarbukanrobot. Tagar tersebut telah digunakan sebanyak 100 lebih akun media sosial Instagram.

Sayangnya harapan para siswa tersebut masih belum direspon Kemendikbud Ristek. Entah mengapa, saya merasa bahwa siswa-siswa tersebut sudah tahu bahwa suara mereka tidak akan digubris namun tetap bersikeras untuk mencoba dan percaya “siapa tahu didengar”.

Siswa hanya ingin mengeksplor diri tanpa beban tugas yang selalu mencari perhatian padahal tak ingin diperhatikan. Memang tugas sekolah itu penting dan akan sangat bermanfaat bagi masa depan siswa. Seperti tagar tadi, pelajar bukanlah robot yang mahir memprogramkan setiap tindakannya dengan baik, teristimewa dalam hal pembelajaran.

Walaupun pihak sekolah meringankan pikiran siswa dengan melakukan kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler, tetap saja hal tersebut bukanlah keinginan siswa. Siswa memang hanyalah makhluk yang belum lama mengetahui seluk beluk kehidupan. Karena itulah mereka ingin belajar.

Namun siswa sebagai generasi muda menyandang status penerus bangsa bukanlah suatu tuntutan yang menyempurnakan individu atau mengindahkan segala peraturan yang justru melenceng dari tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Di tambah lagi, isu-isu yang beredar bahwa jam sekolah akan semakin bertambah. Dimana, waktu di rumah bukan lagi golden moment bersama keluarga. Melainkan golden moment to sleep.

Memang tidak semua siswa menganggap tugas adalah beban. Atau memiliki pola pikir bahwa sekolah adalah tempat ia mendapatkan segala perasaan yang didapat pada saat libur. Jika benar, 9 dari 10% anak yang mempunyai pemikiran seperti itu. Namun, semua itu punya batas waktu yang wajar. Seperti kata orang, boleh suka asalkan jangan muak.

Peraturan terbaru Kemendikbud Ristek memang mementingkan kesehatan dan keselamatan warga karena kebiasaan libur panjang di bulan Desember membuat warga ingin mengunjungi sanak saudara yang berefek pada kepadatan lalulintas lalu menyebabkan kerumunan. Sehingga membuka peluang untuk menyiadakan tempat tinggal untuk virus corona menjangkiti siapapun.

Namun, saya berpendapat bahwa pemerintah jugalah manusia biasa yang masih bisa keliru walaupun mendapat kepercayaan penuh dari warganya. Nah, ketika para siswa tetap bersekolah, walaupun kehadiran di sekolah diatur melalui sesi, tetap saja virus tidak pernah punya hasrat memilih untuk menjangkiti siswa di sesi berapa. Apalagi, daya tahan tubuh anak masih tergolong stabil sehingga kadang mereka tidak mengetahui apakah mereka terjangkit atau tidak. Dari situlah akan muncul data  terkait peningkatan klaster sekolah yang membuat pemerintah kembali mengeluarkan aturan baru. Mungkin?!.

Di sisi lain, ketika libur sekolah masih seperti tahun-tahun sebelumnya hal itu juga membuat mereka bebas melakukan apa saja yang terkait aktivitas di luar rumah. Sehubung virus korona juga tidak dapat ditebak kemana ia akan menggandakan dirinya, karena di mana saja kita bisa saja terjangkit.

Di era covid-19, siapapun yang melakukan tindakan, selalu serba salah. Ketika ingin maju, akan tersandung dengan virus corona. Saat mencoba mundur, malah dipaksa laju oleh deadline yang semakin dekat. Ketika ingin belok kiri ataupun kanan, tetap saja terhalang aturan pemerintah yang menjaga kita untuk tidak salah arah.

Oleh karena itu, solusi yang tepatadalahmenaati peraturan pemerintah yang pasti sudah melewati sekian tahap dengan mempertimbangkan segala kemungkinan yang akan terjadi dari sudut pandang masyarakat. Jadi, kita para warga cukup mempercayai pemerintah dalam mengendalikan penyebaran virus korona tanpa mengecewakan mereka dengan menyediakan perisai 5M, memakai masker, mencuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menghindari kerumunan.

Untuk saat ini, seluruh warga memang harus berkorban demi melawan virus korona yang entah kapan perginya. Karena jika lari namun tak berujung sama saja jalan di tempat. Jika ingin menang, hadapi lalu taklukkan dengan terus bangkit pantang menyerah.

Kadang saya mengira virus korona juga datang sebagai penguji rasa kemanusiaan dan  solidaritas di antara setiap individu di negeri ini. Pemerintah ataupun rakyat, bukan saatnya saling mengkritik dengan hal yang miskin implementasi. Mulailah dengan bekerja sama membangun negeri walaupun masih tertusuk duri setidaknya tetap kokoh berdiri. (*)

Penulis Faustina Fitriane Nde’e Andu, Mahasiswa Mahasiswa Aktif Universitas St. Paulus Ruteng

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini