*Oleh: Fellyanus Haba Ora, S.Pt., M.Si
Warga Kota Kupang
Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kupang telah usai dilakukan pada tanggal 15 Februari 2017 silam. Hasil demokrasi ini menetapkan Dr. Jefirstson Richset Riwu Kore, MM., MH dan dr. Hermanus Man sebagai Walikota dan Wakil Walikota Kupang terpilih untuk periode 2017-2022 dengan perolehan 87.160 suara (52,85%) mengungguli pesaingnya SAHABAT (Jonas Salean, SH., M.Si dan Nikolaus Frasiskus) yang hanya mengumpulkan 77.745 suara (47,14%) berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Kupang Nomor 60/Kpts/KPU-Kota.018.434078/2017 pada tanggal 16 Maret 2017. Dengan demikian maka pada tanggal 22 Agustus 2017, Dr. Jefirstson Richset Riwu Kore, MM., MH dan dr. Hermanus Man resmi dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Mendagri RI) melalui Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai Walikota dan Wakil Walikota Kupang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 131.53-3187 Tahun 2017 Tentang Pengangkatan Walikota Kupang Nusa Tenggara Timur berdasarkan Keputusan KPU Kota Kupang dan memperhatikan Surat Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor: PEM.13131/115/II/2017 tanggal 6 April 2017 Tentang Mengesahkan Pengangkatan Walikota dan Wakil Walikota Kupang Masa Jabatan 2017-2022.
Pasca pelantikan Walikota dan Wakil Walikota Kupang terpilih maka tradisi politik yang umum terjadi adalah mutasi jabatan para Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkot Kupang. Hal ini diduga umum dilakukan oleh pemimpin yang baru sebagai bentuk balas jasa politik terhadap ASN yang terlibat dalam tim sukses semasa kampanye. Bukan rahasia lagi bahwa ASN di daerah semasa proses politik terjadi kubu-kubuan dalam mendukung pasangan calon kepala daerah. Meskipun secara aturan ASN dilarang untuk berpolitik praktis, namun dengan adanya Undang-Undang Otonomi Daerah dimana Kepala Daerah mengambil alih peran ASN di daerah seutuhnya maka ASN terjebak dengan politik praktis. Dengan demikian Undang-Undang tersebut sering kali menciderai nilai hukum pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Contoh catatan jejak digital keterlibatan ASN bisa dinilai dan diperhatikan dalam Pilkada Kota Kupang 2017 di media online vnewsmedia.com (12 Maret 2016) yang melaporkan keterlibatan Sekda, Asisten II, Kabag Humas, dan beberapa pejabat Kota Kupang lainnya turut serta mendaftarkan calon Walikota dan Wakil Walikota ke Sekretariat Partai Gerindra pada 10 Maret 2016 silam. Kemudian moralpolitik.com (15 Maret 2016) melaporkan incumbent petahana saat mendaftar di Sekretariat Partai Nasdem didampingi oleh belasan pegawai berdinas lengkap dipimpin Kabag Humas dan Protokoler Pemkot Kupang menggunakan kendaraan dinas. Seputarntt.com (19 Februari 2016) dan nttterkini.com (19 Februari 2016) melaporkan keterlibatan Asisten I, Asisten III, Kadisperindag, Kadispenduk, Kepala BPPT, Kabag Humas, Kabag Tata Pem, dan sejumlah staf pada dinas tersebut mendampingi incumbent petahana mengekor dibelakang DH 1 dan dikawal foreder Satpol PP Kota Kupang saat mendaftar di Sekretariat PDIP. Demikian juga, moralpolitik.com (11 Agustus 2016) melaporkan bahwa saat deklarasi petahana di Grand Mutiara Ball Room sebagai Walikota incumbent, masif keterlibatan ASN dalam pergerakan massa dari wilayah masing-masing, grup paduan suara, pengantar tamu, dan peran lainnya. Bahkan ASN telah hadir dan bertugas sejak pukul 12.00 Wita saat masing jam dinas ASN.
Sehubungan dengan jejak digital tersebut di atas, sewajibnya saat Dr. Jefirstson Riwu Kore dan dr. Hermanus Man telah dilantik menjadi Walikota dan Wakil Walikota Kupang, maka sewajarnya untuk sesegera mungkin memutasi pejabat yang diduga lawan politik seperti nama-nama jabatan di atas. Hal ini sesuai tradisi politik di daerah bahwa pemenang politik wajib untuk memutasi pejabat tim sukses menduduki jabatan-jabatan strategis sebagai imbalan jasa politik, dan ASN yang jagonya kalah siap untuk melepas jabatan dengan konsekuensi politik tidak akan dipromosi selama lima tahunan. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh Jefirstson sang Walikota Kupang atau biasa disapa Jeriko. Walikota Kupang ini mengeliminasi tradisi politik tersebut yang diduga telah mengakar sepanjang periode politik. Satu tahun sudah sejak dilantik menjadi Walikota, Jeriko belum memutasi ASN lawan politik. Singkat alasannya, membangun Kota Kupang dengan profesional lebih penting untuk kesejahteraan rakyat dibandingkan dengan balas jasa politik.
Konsekuensi profesional ini dilakukan Jeriko sang Walikota Kupang akan memperkokoh idealisme seorang pemimpin tidak bisa diatur-atur. Tradisi balas jasa politik hilang dengan sendirinya. Bahkan Jeriko dianggap berbeda dalam mengepalai Pemerintah Kota Kupang karena belum ada isu yang mengarah ke pembuktian adanya dinasti politik dalam pemerintahannya. Bukti nyata akhir ini adalah saat seorang oknum inisial LK yang mengaku tim sukses Jeriko mengancam Kepala Sekolah SMP 3 Kupang akan dibunuh jika tidak memberikan proyek, membuktikan bahwa diantara tim sukses dan keluarga Jeriko sang Walikota Kupang tidak ada jatah-jatahan proyek, termasuk jabatan. Hal ini bisa saja dianggap berbeda dengan Walikota sebelumnya dalam lensantt.com (22 Juli 2016) yang mengaku bahwa proyek-proyek dan jabatan yang ada di Pemkot dibagi-bagi ke keluarga.
Jefri Riwu Kore sebagai Walikota Kupang pun dalam masa waktu lebih dari setahun ini, telah membuktikan bahwa dinasti politik dan balas jasa politik melalui pemerintahannya benar-benar akan dihilangkan, dan digantikan dengan yang lebih profesional. Semasa pemerintahan terdahulu, penentuan jabatan di lingkup pemerintah hanya melalui Baperjakat saja. Namun dipemerintahan Jeriko sebagai Walikota Kupang, penentuan reposisi dan mutasi harus berdasarkan pertimbangan dan uji kelayakan dari Asesor. “Kita lakukan sesuai aturan. Tidak asal mutasikan orang. Harus ada asesor profesional yang ikut terlibat supaya mutasi yang dilakukan benar-benar bisa meningkatkan kinerja seseorang. Mutasi dilakukan agar tugas dan fungsi pelayanan itu bisa berjalan maksimal”, jelas Jeriko pada fajar.co.id (25 Agustus 2018). Adanya asesor ini maka akan memutus mata rantai jual beli jabatan. Dengan demikian balas dendam politik akan musnah.
Catatan sejarah berikutnya adalah terkait dengan jatah-jatahan proyek. Tradisi dimana saja bahwa proyek-proyek selalu dikuasai oleh mereka yang katanya tim sukses, keluarga atau orang-orang dekat pemimpin. Namun tradisi itu diputus oleh Jeriko sang Walikota Kupang saat membangun kerjasama (Memorandum of Understanding) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuan kerjasama ini sebenarnya untuk membenah sistem kerja dan menerapkan pola keterbukaan baik itu perijinan, proyek dan lainnya demi menghindari indikasi terjadinya pola tindakan korupsi di tubuh pemerintahan (nttterkini.com, 23 Februari 2018). Catatan sejarah ini membuktikan bahwa Jeriko sang Walikota Kupang ingin mengeluarkan/menghilangkan Kota Kupang dari peringkat 1 (satu) kota terkorup dari 50 kota di seluruh Indonesia, dimana 90% korup tersebut terjadi di institusi pemerintahan. Keberanian Walikota ini pun langsung dikritik habis-habisan oleh tim sukses, tim keluarga dan orang-orang dekat karena tidak lagi memiliki ruang untuk bisa mengkorupsi seluruh perijinan, proyek, jabatan, dan lainnya seperti tradisi-tradisi yang umumnya terjadi (nttterkini.com, 23 Februari 2018).
Tidak salah jika saat ini semua mata tertuju ke Jefri Riwu Kore sang Walikota harapan Indonesia di Pemerintah Joko Widodo sebagai Presiden RI bahwa Jeriko adalah pemutus mata rantai anomali tradisi politik. Anomali tradisi politik yang telah mengakar bertahun-tahun hampir diseluruh pemimpin daerah yang ada di Indonesia, Jeriko terbit sebagai salah satu contoh pemutus mata rantai tersebut. Semoga anomali tradisi politik ini akan benar-benar hilang seutuhnya dari Indonesia umumnya. (*)