Lintas Flobamora

Anggota DPRD NTT Dilarang Memberi Pernyataan di Media Sosial

×

Anggota DPRD NTT Dilarang Memberi Pernyataan di Media Sosial

Sebarkan artikel ini
Gedung DPRD NTT
Gedung DPRD NTT

NTT-NEWS.COM, Kupang – Seluruh Anggota DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) dilarang memberikan keterangan atau pernyataan melalui media sosial seperti Facebook dan Twiter. Jika bertentangan dengan keputusan rapat yang tidak dihadirinya.

Larangan itu menjadi keputusan resmi dewan saat membahas tata tertib rapat anggota DPRD, Rabu, 6 Mei 2015. Rapat tersebut sempat diwarnai aksi protes dari beberapa anggota DPRD.

Dalam tata tertib itu, disebutkan pada pasal 4 point D, disebutukan anggota DPRD NTT dilarang memberikan informasi atau informasu yang sifatnya rahasia kepada masyarakat.

Sedangkan dalam poin E, DPRD dilarang memberikan keterangan atau pernyataan kepada publik melalui media massa maupun elektronik atau media sosial yang bertentangan dengan keputusan rapat yang tidak dihadirinya secara penuh dan atau tidak dihadirinya.

Penetapan itu mendapat protes keras dari sebagian anggota DPRD NTT yang merasa diri mereka dibungkam oleh DPRD. Viktor Lerik, anggota DPRD asal Gerindra, misalnya, menolak pasal tersebut dengan argumentasi bahwa perumusan peraturan yang ada hanya ingin membungkam kebebasan dewan dalam menjalankan tugasnya sebagai penyalur aspirasi masyarakat.

Menurut dia, peraturan tersebut sengaja dirumuskan dewan, untuk membungkamnya terkait berbagai kasus yang dipostingnya dilaman Faccebook miliknya. “Aturan tata tertib dewan yang disampaikan pimpinan dewan sama dengan gaya kepemimpinan pada rezim orde baru. Bisa jadi saya dibungkam karena akhir-akhir ini saya posting diakun facebook saya tentang proyek siluman di Dinas PU NTT,” tegasnya.

Dia mengaku selalu menggunakan media sosial Facebook sebagai media komunikasi dan sosialisasi kepada masyarakat. “Saya menolak keras dan protes, kalau ada batasan seperti ini. Kita memiliki kebebasan untuk berbicara kepada publik,” tegasnya.

Anwar Pua Geno kemudian meminta forum rapat dewan yang setuju dengan pasal tersebut, untuk berdiri dan yang tidak menyetujuinya tetap duduk. Dari mekanisme yang ditawarkan itu, 36 anggota dewan yang hadir secara kompak menyetujuinya dan langsung berdiri, sementara tujuh anggota dewan yang tidak setuju hanya duduk saja.

Tujuh orang anggota dewan yang menolak tata tertib tersebut yakni Viktor Lerik, Laurens Tari Wungo, Kardinal Kalelena, Leonardus Lelo, Jon Halut, Army Konay, dan Ampera Seke Selan. (rm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *