NTT-NEWS.COM, Kupang – Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Kapolda NTT), Brigjen Pol. Endang Sunjaya, menolak mengabulkan surat permohonan penangguhan penahanan Direktur LKF Mitra Tiara, Niko Ladi, tersangka kasus penggelapan uang berkedok investasi.
Direktur Reserse dan Kriminal Khusus (Direskrimsus), Kombes Pol Mochammad Slamet, Rabu (25/3) mengakui bahwa penasehat hukum Niko Ladi, sudah mengajukan surat penangguhan penahanan, namun yang berhak mengiyakan atau menolak permohonan itu adalah Kapolda NTT.
“Suratnya diserahkan penasihat hukum kepada saya dan sudah saya serahkan kepada Kapolda, namun hingga saat ini belum ada jawaban dari Kapolda. Kemungkinan besar Kapolda menolaknya karena yang bersangkutan pernah menjadi Daftar pencarian orang (DPO) dan baru ditangkap di Jatiluhur tanggal 14 Maret lalu,” kata Slamet.
Menurut Slamet, dengan tidak adanya jawaban dari Kapolda NTT bisa saja karena adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.
“Niko Ladi sebelumnya DPO, sehingga takutnya setelah kita kabulkan, dia malah kabur lagi dan akan merepotkan banyak pihak terutama penyidik,” tuturnya.
Slamet juga menjelaskan bahwa pemeriksaan 45 orang saksi sudah dilakukan jauh sebelum Niko Ladi ditangkap. “Pemeriksaan saksi sudah dilakukan jauh sebelum tersangka ditangkap. Memang dia lama jadi DPO. Kami targetkan penanganan kasus ini sebulan lagi sudah bisa tuntas,” katanya.
Penasihat hukum Niko Ladi, Lorens Mega Man yang dikonfirmasi terpisah mengakui, surat penangguhan penahanan kliennya sudah diajukan kepada Kapolda melalui Direskrimsus pada hari Rabu, 18 Maret 2015 lalu. Namun, hingga saat ini belum ada jawaban dari Kapolda.
Seperti diberitakan sebelumnya, Niko Ladi yang adalah buronan Polres Flores Timur (Flotim) sejak tahun 2013, ditangkap aparat Polres Flotim di Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Tengah, Sabtu 14 Maret 2015 dan pada Minggu keesokan harinya langsung digiring untuk diperiksa di Kupang.
Niko mendirikan LKF Mitra Tiara dan menghimpun dana dari 16.155 orang nasabah dengan total dana yang terkumpul sekitar Rp 423 miliar. Niko juga disangkakan melakukan tindak pidana perbankan, dengan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia.
Sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) Jo pasal 16 ayat (1), Undang-undang RI Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (rey)