NTT-News.com, Tambolaka – Yohanes Nani Mosa, (59) pasien Rumah Sakit (RS) Weetebula yang meninggal dunia akibat dugaan penyakit gula di rumah sakit tersebut, namun diduga kuat telah di-Covid-kan untuk memperoleh anggaran bombastis dari Kementerian Kesehatan.
Putra dari almarhum, Yohanes Nani Mosa, di Uppokatura Desa Lete Konda Selatan Kecamatan Loura Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Minggu 22 Agustus 2021 menjelaskan, dugaan itu terungkap saat korban menjalani proses perawatan di rumah sakit tersebut hingga ayahnya meninggal dunia.
Ia menjelaskan saat masuk ke RS Karitas, ayahnya itu sempat harus menjalani rapid test sebelum mendapat kamar atau masih di ruang IGD. Saat menunggu itu, kata dia, membawa informasi bahwa pasien negatif covid-19.
Selama perawatan juga, Yohanes dirawat bersama dengan tiga pasien lainnya dan selama perawatan keluarga dibolehkan menjaga dan mengurus korban hingga akhirnya meninggal dunia.
“Bapa (Yohanes) dinyatakan positif covid-19 setelah meninggal dunia. Namun yang aneh perawat rumah sakit membolehkan keluarga memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum untuk menciumnya,” kata putra Yohanes yang namanya enggan disebutkan.
Dijelaskan bahwa selama proses pemandian kepada almarhum Yohanes bukan diurus oleh petugas medis di rumah sakit itu tetapi diserahkan kepada keluarga. Oleh karena itu, keluarga sangat yakin bahwa keluarga mereka di-covid-kan oleh RS. Karitas Weetebula.
Disebutkan bahwa Yohanes dimakamkan sesuai dengan standar protokol kesehatan setelah pihak tim Satgas Covid-19 mendapatkan informasi adanya pasien Covid-19 yang meninggal dunia di RS Karitas, namun keluarga sempat menolak karena tidak ada informasi dan hasil pemeriksaan dokter yang menyebutkan pasien meninggal karena covid.
“Kalau benar orangtua kami meninggal karena covid-19 kenapa perawat memberikan kami kesempatan untuk cium almarhum? Kenapa kami yang memandikan almarhum? Ini sangat bertolak belakang dengan himbauan dari satgas covid-19 yang kami ketahui,” paparnya penuh tanya.
Usai almarhum dimakamkan secara protokol COVID pada Minggu (22/8/21) pukul 18.30 Wita, keluarga menyampaikan semua keluhan dan keberatannya pada tim Satgas, Pemerintah Kecamatan dan Polsek Loura atas kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan oleh pihak RS Karitas Weetabula.
Keluarga Yohanes sendiri menyatakan akan menempuh jalur hukum untuk RS Karitas Weetebula ke polisi atas dugaan melakukan malapraktik yang yang meng-covid-kan Yohanes sehingga menimbulkan trauma dan pemakaman kepada almarhum yang tidak selayaknya sesuai adat tradisi masyarakat setempat.
Sebelumnya, manajemen RS Karitas Weetebula Dandim 1629/SBD Letkol (Inf) La Ode Mohammad Sabarudin telah menyoroti soal tertutupnya Rumah Sakit ini. Menurutnya rumah sakit ini terkesan tertutup sehingga rentan sekali menimbulkan masalah, bahkan data berbeda dengan yang diperoleh provinsi dan di Kabupaten.
“Data RS kita di sini pun kadang berbeda dengan provinsi. Yang saya lihat data kita ada itu tapi kenyataan di lapangan jauh dari harapan. Ini yang kadang menjadi masalah,” tambahnya.
Informasi lain yang dihimpun media ini, salah satu pasien yang dirawat di RS Karitas dicovidkan dan pada akhirnya memilih meminta pulang ke rumah karena merasa dirinya sehat-sehat saja. Setelah diprotes oleh keluarga pasien barulah pasien diijinkan pulang namun harus membayar biaya perawatan belasan juta rupiah.
Keluarga pasien melunasi dan memprotes, lalu oknum tenaga medis di RS itu diam-diam kepada keluarga menjelaskan bahwa pasien memang awalnya reaktif karena pilek dan demam, namun setelah pemeriksaan kedua hasilnya pasien negatif.
Mendengar penjelasan itu, keluarga pasien sempat memprotes namun demi melindungi tenaga medis yang membocorkan hal ini, pasien asal Kodi Utara ini memilih kembali ke rumahnya bersama keluarga.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak manajemen RS. Karitas Weetebula belum berhasil di konfirmasi media, informasi yang dihimpun media ini, manajemen sedang menggelar rapat sehingga direktur untuk sementara belum bisa dikonfirmasi.
Rey Milla