Pasola berasal dari kata Sola atau Hola yang berarti kayu lembing. Dalam konteks ritual masyarakat sumba Pasola berarti perang adat antara dua kelompok penunggang Kuda yang saling melemparkan lembing kayu kearah lawannya.
Pasola diadakan pada setiap bulan Februari dan Maret setiap tahunya, di tiga tempat berbeda di Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Barat Daya, yaitu di wilayah Kodi di Kabupaten Sumba Barat Daya dan di wilayah Lamboya serta Wanukaka di Kabupaten Sumba Barat.
Pelaksanaan ritual Pasola didahului dengan beberapa tahapan ritual adat lainya yang dilakukan oleh para RATO (tetua adat) termasuk penentuan hari penyelenggaraan Pasola, dengan melihat tanda – tanda alam yang terjadi seperti pasang surutnya air laut dan bulan purnama.
Pasola sebagai kekayaan budaya sumba adalah suatu kearifan lokal yang perlu dijaga dan dilestarikan. Mengapa demikan? Karena pasola hanya ada di Pulau Sumba, tidak ada di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan ataupun pulau lainnya di indonesia. Pulau Sumba kini mulai dilihat sebagai salah satu tujuan wisata di Indonesia, ini dapat dilihat dari begitu banyaknya tourist baik mancanegara maupun domestic yang berkunjung ke Pulau Sumba. Ini bukti bahwa Pulau Sumba merupakan pulau yang indah. Bukan hanya keindahan destinasi wisata alamnya saja tapi juga wisata budayanya.
Masyarakat Pulau Sumba tentunya patut berbangga tentang hal ini. Tapi dibalik kebanggaan itu terbersit sebuah pertanyaan sudah siapkah kita untuk melestarikannya? Sebagai pemilik kebudayaan sudahkah kita memahami dan mengetahui arti dan makna dari setiap ritual kebudayaan kita? Sehingga mampu menjelaskannya kepada setiap wisatawan yang datang.
Pulau sumba adalah pulau yang kaya akan kebudayaan dan nilai budayanya tapi tidak semua orang mengetahui makna dan sejarah dari kebudayaan itu, demikian pula dengan atraksi ritual Pasola yang baru saja berlangsung. Sebagian besar yang hadir saat menyaksikan atraksi ritual Pasola, menyaksikan tanpa memahami sejarah dan makna dari pasola itu sendiri.
Beberapa waktu lalu ketika ritual Pasola sedang berlangsung saya mencoba mendekati beberapa anak muda Sumba dan bertanya tentang arti Pasola, sejarah dan makna dari Pasola itu sendiri ternyata jawaban yang saya temukan berbeda – beda dan bahkan ada yang tidak tahu sama sekali arti dan makna dari Pasola, mereka hanya datang karena senang melihat orang saling melemparkan lembing kayu dari atas Kuda. Ini membuktikan bahwa kurangnya edukasi tentang budaya pasola itu sendiri.
Kini hampir sebagian besar kegiatan budaya telah diakomodir oleh pemerintah khususnya oleh Dinas Pariwisata Daerah, ini membuktikan kepedulian pemerintah terhadap tumbuh dan kembangnya kebudayaan daerah. Sebagai budaya yang berkembang melalui story telling atau cerita tentunya jika tidak diperhatikan secara baik akan kehilangan maknanya serta sejarahnya dan yang ada hanyalah atraksi belaka. Demikian pula dengan pasola, karena itu Pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata di dua kabupaten ini perlu menekankan tentang pentingnya menjelaskan makna dan sejarah dari setiap ritual kebudayaan sebelum ritual itu berlangsung.
Akhir tulisan ini, saya mau sampaikan bahwa Mencintai budaya yang sebenarnya adalah dengan memahami makna dan sejarahnya, bukan hanya karena atraksinya saja. (*/rey)
Pantai Rua 6 maret 2021
HERI NOPRIANTO SERANG
Pencinta budaya Sumba