NTT-News.com, Kupang – Walikota Kupang Jonas Salean yang melakukan Mutasi pada Juni 2016 lalu, terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) dilingkup pemerintahan Kota Kupang dinilai melanggar Undang-Undang (UU) nomor 10 tahun 2016 yang disyahkan pada bulan Juli tahun yang sama.
Penilaian ini datang dari tiga orang Pakar Hukum di Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni Pakar Hukum Tata Negara, Jhon Tubahelan, Suryono Johanes dan Mikael Feka. Ketiga pakar hukum tersebut sependapat dalam acara Focus Discussion Group (FGD) yang diselenggarakan Alian Masyarakat Peduli Demokrasi (AMPD) Kupang di Maya hotel.
Jhon Tubahelan dalam diskusi itu menyampaikan bahwa, mutasi yang di lakukan Walikota Kupang, Jonas Salean pada Bulan Juli lalu melanggar UU Nomor 10 tahun 2016, jika dirunut dari aturan maka secara jelas mutasi tersebut menyalahi aturan.
Menurut dia, suatu keputusan diakui keberadaannya secara yuridis formal sejak tanggal ditetapkan, setelah tahapan pembentukan telah dipenuhi. “Jika keputusan tersebut dilaksanakan maka keberadaan secara faktual terhitung sejak berlakunya UU tersebut. Keberadaan factual sebuah aturan terhitung sejak mulai berlaku UU tersebut,” tegas dia.
Khusus UU Nomor 10 tahun 2016, lanjutnya, sudah berlaku sejak tanggal diundangkan yakni, pada tanggal 01 Juli 2016 hal tersebut tertuang dalam pasal 2 yang berbunyi, Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Konsekuensi dari waktu berlakunya sebuah undang-undang kata dia, semua pejabat pemerintah harus tunduk pada aturan yang sah dan sudah ditetapkan. ”Ini aturan semua wajib untuk mengikuti aturan tersebut,” jelasnya.
Sementara itu Mikael Feka, Pakar Hukum Pidana juga menegaskan, dalam penetapan sebuah aturan tidak ada Jam namun penetapan tersebut berlaku sejak hari ditetapkan. ”Dalam penetapan sebuah aturan itu tidak ada jam berapa tapi tanggal dan hari, jadi aturan suda berlaku sejak pukul 00:01 menit,” ujarnya.
Ditempat yang sama Suryono Johanes juga menegaskan, KPU, Bawaslu dan Panwas Kota Kupang sebagai eksekutor aturan tersebut harus mengeksekusi pelanggaran ini. Namun tentunya harus melalaui rel-rel yang ada salah satunya adanya laporan dari masyarakat terkait suat pelanggaran.
“Mereka sebagai eksekutor tapi tentunya harus ada laporan dulu dari elemen masyarakat, karena sudah dilaporkan oleh aliansi maka KPU, Bawaslu dan Panwas harus segara mengambi langkah tegas,” tandasnya. (rey)
[…] Dugaan kesembilan, Jonas sebagai petahana dianggap melakukan abuse of power. Hal ini tampak dari dugaan pelanggarannya terhadap perintah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, dimana dalam Pasal 71 ayat (2), Kepala Daerah dilarang untuk memutasi pejabat 6 (enam) bulan sebelum penetapannya sebagai calon kepala daerah. Namun Jonas sebagai petahana tetap melakukannya (http://www.lensantt.com/jelang-pilkada-walikota-kupang-mutasi-41-pejabat-pemkot/). Pantas saja jika warga Kota Kupang pun angkat bicara agar Jonas Salean sebagai petahana harus dibatalkan demi hukum oleh KPUD Kota Kupang. Warga yang menganggap petahana melanggar undang-undang ini melebur diri mereka dalam Aliansi Masyarakat Pencinta Demokrasi (AMPD) Kota Kupang (http://ntt-news.com/2016/10/08/mutasi-jelang-pilkada-pakar-hukum-sebut-jonas-melanggar-uu/). […]