Mengintip Kesakralan Batik “Vagina” Khas Sumba

0
820
Kain Sumba ditunjukkan Istri Bupati Sumba Barat Daya/ foto: Zul Rimanews
Kain Sumba ditunjukkan Istri Bupati Sumba Barat Daya/ foto: Zul Rimanews

NTT-NEWS.COM, Tambolaka – Nusa Tenggara Timur dikenal sebagai daerah penghasil tenun. Beragam jenis dan motif tenun bisa ditemukan di provinsi penghasil kayu Cendana ini.

Adapun motif tenun yang bisa ditemukan adalah motif kuda, ayam, motif Karamboyo atau Mata Kerbau, motif rumah dan banyak motif lain yang bisa ditemukan.

Salah satu motif yang paling disukai adalah motif Mamoli. Mamoli adalah motif dengan bentuk alat vital wanita. Di hampir semua tenun yang ada di Nusa Tenggara Timur ada motif Mamoli.

“Motif Mamoli merupakan motif yang melambangkan vagina. Masyarakat NTT menghargai perempuan, istri selalu ada dan merasa dekat,” kata istri Bupati Sumba Barat Daya, Ratu Ngadu B. Wula Talu kepada rimanews.com, beberapa waktu lalu.

Motif Mamoli, kata Ratu Ngadu, adalah lambang kesetiaan dan penghargaan seorang laki-laki kepada seorang perempuan.

“Di NTT, pria menghargai dan menghormati perempuan. Ketika lamaran, maka belis (hantaran) dari laki-laki adalah tenun bermotifkan Mamoli,” katanya.

Bahkan, tidak hanya dalam bentuk tenun, Mamoli juga bisa dibuat bentuk lain seperti mainan kalung, perhiasan ataupun suvenir yang dari kuningan.

“Bila seorang pria yang sudah beristri pergi perang, Mamoli itu selalu dibawa dan diikatkan di pinggang. Seolah-olah ada istri yang ikut menemami berperang. Jadi pria NTT sangat setia dengan istri atau pasangannya. Jumlah perceraian di NTT sangat rendah dan salah satunya adalah karena Mamoli,” kata Ratu Ngadu.

Tenun motif Mamoli selalu dipakai pada acara adat seperti acara kematian, perkawinan dan acara adat lainnya. Tenun itu bisa diselendangkan atau dalam bentuk sarung.

Diakui Ratu, untuk memperkenalkan budaya dan tenun NTT ke dunia internasional maupun nasional dibutuhkan kerja keras.

Untuk memproduksi tenun sebagai hantaran, dibutuhkan waktu kurang lebih satu tahun. Katanya, proses pembuatan dimulai dari kapas yang dipintal, dijadikan benang dan menjadi tenun menghabiskan uang hampir Rp5 juta.

“Saat ini, untuk Sumba Barat Daya, baru ada sekitar 175 kelompok usaha tenun, yang anggotanya masing-masing 10-20 orang. Untuk harga jual berkisar antara Rp200-Rp2 juta,” kata Ratu Ngadu. (RN)

Sumber: Rimanews.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini