NTT-News.com, Kupang – Polemik kepemilikan dan urusan sertifikat tanah di wilayah Pesisir Pantai Loura desa Pogo Tena Kecamatan Loura, yang carut-marut di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumba Barat Daya (SBD) hingga dugaan adanya permainan kotor yang dilakukan oknum-oknum di lembaga itu makin membingungkan pemilik tanah.
Episode baru muncul lagi, setelah Kepala Seksi Hubungan Hukum Pertanahan, Ketsina Herlina disebut oleh pemilik tanah atas nama Lukas Bobo Riti di wilayah Pesisir Pantai Loura desa Pogo Tena, mengaku kehilangan berkas urusan sertifikat, saat ini Kepala BPN, Lambertus Klau menyebut lagi bahwa tanah yang di klaim oleh Lukas Bobo Riti masuk dalam peta tanah milik Handoko.
Pernyataan ini disampaikan Lambertus, ketika menemui wartawan media ini di Kupang pada Selasa 4 September 2018 lalu. Ketika itu, Lambertus menuturkan bahwa tanah tersebut telah di jual oleh Lukas Bobo Riti kepada Handoko sehingga tanah tersbut masuk dalam peta tanah milik Handoko.
“Saya juga kasihan ini Pak Lukas, tanah itu sudah jual ke Handoko, pada saat itu dia tidak perhatikan baik-baik, sehingga disertifikat Handoko memuat bahwa tanah milik Handoko satu hamparan hingga ke pesisir pantai. Mungkin sekarang ada lagi pembeli yang mau beli dengan harga mahal sehingga mau urus lagi sertifikatnya,” kata Lambert.
Dikonfirmasi bahwa penryataan Lukas Bobo Riti ada permainan yang dimainkan oleh oknum-oknum di BPN SBD, sehingga urusan penerbitan sertifikat tidak kunjung jadi setelah melakukan sidang A di lapangan. Lambert membantah bahwa di lembaga yang dipimpinnya itu tidak ada yang main-main. Keterlambatan urusan sertifikat itu hanya karena Kabid yang menangani tanah milik Lukas pindah ke BPN Kupang.
Ditanya kapan pindahnya, dia menjawab bahwa pejabat pertanahan itu baru saja pindah sejak beberapa bulan lalu ke Kupang. Nah, sementara usulan pengurusan tanah tersebut sudah sejak tahun 2016 dan di lakukan pengukuran sejak September 2017.
Dia mengakui bahwa dalam urusan sertifikat tanah ini, Ibu Herlina memang pernah meminta kepada Lukas Bobo Riti untuk berdoa Novena agar urusan sertifikatnya bisa lebih cepat, namun katanya, permintaan itu dalam konteks untuk menenangkan Lukas Bobo Riti dan keluarganya yang sudah dalam keadaan tidak sabar dan mengancam.
Selain alasan itu, pernyataan Kepala BPN yang ikut direkam oleh wartawan media ini bahwa urusan sertifikat bisa saja lebih cepat asalkan Handoko dipanggil lagi untuk merubah sertifikat tanah yang masuk dalam peta kepemilikannya. “Kita harus panggil Handoko untuk rubah sertifikatnya dulu, sudah diminta tapi masih cari sertifikat itu karena Handoko punya sertifikat yang banyak,” kata Lambert.
Dia juga mengatakan bahwa dalam suasana seperti adanya desakan dan ancaman yang pernah disampaikan Lukas Bobo Riti, maka pihaknya dapat saja membuat harga tanah di wilayah itu menjadi ikut hancur dibuat oleh BPN SBD. “Tanah itu bisa diterbitkan sertifikat kalau memenuhi unsur-unsur aturan, misalnya harus radiusnya 100 meter dari bibir pantai, baru boleh menjadi hak milik,” tandasnya.
Menanggapi pernyataan itu, Lukas Bobo Riti yang dihubungi terpisah mengatakan bahwa tanah miliknya benar pernah menjual kepada Handoko, namun tanah yang telah dia jual itu tetap milik Handoko dan tidak dipersoalkan, namun tanah miliknya di hamparan yang itu yang diperjuangkannya untuk mendapatkan sertifikat.
“Tanah itu juga sudah diukur, sudah lakukan sidang A di lapangan. Itu disaksikan Handoko sendiri dan beberapa waktu lalu, kami sudah hubungi Handoko dan Handoko juga mengaku heran kalau dalam peta tanah miliknya memasuki tanah milik saya. Jadi kepala BPN juga jangan ikut buat aneh-aneh,” tegas Lukas.
Dia menduga, jika benar tanahnya itu masuk dalam peta tanah milik Handoko maka ini adalah babak baru yang dirancang untuk semakin mempersulit dirinya dalam mendapatkan sertifikat. “Sekarang sudah mulai putar balik semua, Ibu Herlina alasan berkas hilang, lalu Kepala BPN minta masukkan KTP untuk urus ulang, tapi tidak jadi. Sekarang lagi Kepala BPN yang punya alasan masuk peta wilayah. Ini maunya apa, jujur saja supaya saya juga bisa kerja urus hidup,” bebernya.
Soal unsur-unsur yang disebutkan Kepala BPN, Lukas malah membandingkan dengan apa yang sudah dan sedang terjadi saat ini. Beberapa Pantai sudah menjadi wilayah Privat, misalnya pantai Kita Manga Aba, Pantai Kawona dan lain-lain. “Itu banyak pantai yang sudah milik perorangan, tidak memenuhi unsur secara aturan tapi kenapa mereka ada sertifikat. Di tanah saya jangan bikin kita orang susah tambah susah,” tandasnya lagi. (rm)