NTT-News.com, Kupang – Kekeringan seringkali menjadi langganan yang nyaris tak pernah absen menyambangi daerah Nusa Tenggara Timur (NTT). Akibatnya, gagal panen dan gagal tanam sering menjadi masalah pelik yang dialami para petani.
Bukan hanya petani yang dirugikan akibat dari kekeringan ini. Sebab jika petani gagal panen maka bukan tidak mungkin, masyarakat NTT terus mengimpor beras dari luar. Harganya pun pasti akan terus meningkat. Mau tidak mau, masyarakat harus membeli karena beras merupakan kebutuhan pangan yang tidak bisa ditunda. Maka intinya semua masyarakat dirugikan.
Persoalan ini, Menurut Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome, meruapakan masalah yang membutuhkan perhatian serius dari pemimpin daerah yang benar-benar mencintai Petani dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada.
“Kita harus berani membuat gebrakan, manfaatkan sumber daya yang ada. Jangan takut mengambil tindakan untuk membangun untuk kepentingan umum, manfaatkan dana desa untuk bangun embung di masing-masing desa dan bantu pula dengan anggaran dari daerah, saya yakin embung dapat menampung air yang jatuh dari langit sehingga tidak langsung mengalir ke laut,” katanya saat berdiskusi dengan Komunitas Wartawan media Online di Kupang, Sabtu (03/09/16).
Mengingat kondisi kekeringan yang terjadi hampir setiap tahun, lanjutnya, diperlukan keberanian dengan cara ini. Mengatasi kekeringan setidaknya dapat ditangani bersama pemerintah dan masyaakat desa.
“Cara ini bukan mau mengintervensi atau melarang masyarakat bermusyawara untuk pemanfaat dana desa, masyarakat silakan bermusyawara, tetapi mari prioritaskan kepentingan ini karena mayoritas masyarakat kita di NTT bekerja sebagai petani yang membutuhkan air sebagai sumber hidup tanaman dan manusia,” ujarnya.
Dikatakannya, NTT setiap tahun pasti dituruni hujan, tetapi musim hujan waktunya sangat singkat. Walaupun singkat, namun air yang jatuh dari langit sangat banyak. Oleh karena itu perlu membuat embung atau penampung air hujan agar air tidak mengalir ke laut.
Nantinya, embung ini dapat digunakan sebagai penyedia air ketika musim kemarau panjang tiba. Embung tersebut dapat membantu untuk mengairi tanaman-tanaman yang ‘terjebak’ ketika musim hujan lewat, sehingga tanaman-tanaman tidak akan mati karena kekurangan air.
“Cara ini cukup efektif dan dapat digunakan oleh para petani, mengingat gagal panen yang sering terjadi karena kemarau panjang di daerah kita ini. Dan kalau ini jadi, saya berani katakan bahwa kita tidak akan miskin pangan lagi,” ungkapnya.
Setelah air sudah tertampung di embung, lanjutnya, masyarakat harus menanam pohon. Pohon-pohon yang ditanam itu bermanfaat untuk lingkungan, menyerap air serta mereduksi beberapa zat pencemar udara yang membuat awan-awan dilangit tidak menghasilkan air hujan.
“Ini kami sudah lakukan di Sabu Raijua, hasilnya masyarakat kami bisa panen di musim Kemarau. Saat ini ada 80-an embung berskala kecil dan tiga waduk berskala besar. Susah memang untuk memulai, tetapi kalau kita tidak memulai tidak mungkin malaikat turun menolong kita. Tuhan sudah menyediakan alam untuk kita, tinggal kita jaga dan olah untuk keberlangsungan hidup kita,” tandasnya. (Rey)