Kisah Lanjutan Bripka Bernadus, Polisi Dermawan dari Timur Indonesia

0
274
Bripka Bernadus Malo, S.Pd saat membagikan Masker kepada jemaat di sebuah gereja di Kabupaten Sumba Tengah

NTT-News.com, Waikabubak – Kisah seorang polisi dermawan, Bripka Bernadus Malo, S.Pd yang ikhlas menyisihkan uang pribadinya untuk mendatangkan masker dan kebutuhan lain bagi warga di pelosok desa Indonesia bagian Timur tepatnya di wilayah Sumba terus berlanjut. Bantuan tersebut dibagikan kepada masyarakat yang tidak tersentuh bantuan pemerintah.

Bermodalkan semangat dan rasa empati kepada rakyat miskin, Ia terus menelusuri lorong-lorong pasar dan tapak jalanan terjal menuju kampug-kampung.

Kemarin, Minggu 6 Juli 2020, usai mengikuti Ibadah di gerejanya, Ia langsung memacu kendaraannya mengikuti jalan Protokol dari Sumba Barat menuju Sumba Tengah untuk membagikan masker dan handsanitizer di beberapa gereja, di jalanan dan di Pasar Tradisional.

Kepada NTT-News.com, dia menuturkan bahwa dirinya baru saja kembali ke rumah setelah sepanjang hari membagikan masker dan handsanitizer sekaligus memberikan himbauan kepada jemaat gereja dan masyarakat di Pasar.

Dia menyebutkan 2 gereja di wilayah Katikutana Selatan dan 1 Gereja Wilayah Waikabubak yang dirinya bagikan masker dan hand sanitizer untuk hari itu.

“Kami bagi masker dan handsanitizerdi gereja dan termasuk di Pasar Lama dan Pasar Baru Kota Waibakul. Kami juga menghimbau masyarakat agar menggunakan masker, mencuci tangan dan stay at home dan lain-lain,” tutur Bripka Bernadus Malo.

Melihat situasi masyarakat di daerah-daerah yang didatanginya, dirinya sangat merasa prihatin. Merasa tidak masuk akal dengan bantuan yang dibagikan kepada masyarakat yang datang dari pemerintah, 2 Masker untuk 1 KK. Sementara anggota keluarga dalam KK itu terdiri dari 5 atau 8 orang, bahkan lebih.

“Masuk akal tidak,? 1 KK dikasikan masker 2 buah. Sementara anggota keluarganya ada yang 5 atau 8 orang dalam satu rumah tangga. Apa di pakai ganti-ganti maskernya?,” tuturnya dengan rasa heran penuh tanya.

Dia juga mengisahkan bahwa masker yang dibagikan hingga Minggu 6 Juli 2020 sudah sebanyak 1857 buah, sedangkan handsanitizer sudah 120 botol. Jumlah ini tersebar untuk di Kabupaten Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah. Tersisa Kabupaten Sumba Timur yang belum Ia datangi.

“Saya ini bukan siapa-siapa, hanya seorang polisi berpangkat kecil dengan penghasilan seadanya. Meskipun demikian saya akan terus berbagi selama saya masih bisa, dan ternyata banyak masyarakat yang mengharapkan bantuan masker. Apa lagi di pasar dan di kampung-kampung. Ini fakta yang saya temukan, oleh karena itu saya juga harap pemerintah benar-benar turun membantu masyarakat,” ujarnya.

Menurutnya, masker adalah kebutuhan yang juga mendesak untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona. Kebutuhan ini tak hanya di kampung tetapi juga masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan.

“Kalau bisa Pemda dan anggota DPRD serta instansi terkait yang bersentuhan langsung dengan masyarakat turun langsung ke lapangan door to door ketemu dengan masyarakat untuk melihat fakta yang sebenarnya. Kondisi rill di lapangan,” ajaknya.

Berbagi dengan Warga Miskin di salah satu kampung di Kabupaten Sumba Barat Daya

Menurutnya juga, bahwa yang paling penting bagi masyarakat sekarang ini adalah menggunakan masker. Karena setiap saat mereka harus bergerak kemana-mana. Mereka akan bertemu dengan banyak orang, apa lagi dengan kondisi masyarakat yang cenderung berkumpul dalam setiap hajatan bersama.

“Bisa dibayangkan kalau masih banyak masyarakat yang belum memakai masker. Seratus kali pemerintah dalam hal ini Dinkes dan Pemdes melakukan penyemprotan desinfektan, sia-sia. Justru penularan covid akan bisa dicegah lebih dini jika semua masyarakat memakai masker yang tentunya harus ada kontribusi Pemda dalam menangani persoalan ini. Dengan dana covid yang begitu besar. Tidak semata-mata hanya untuk membangun posko dan tim gugus dan lainnya saja,” bebernya.

Dia mengisahkan, keadaan masyarakat di Sumba dengan kultur masyarakat yang masih primitif kental dengan adat istiadat, di tengah pandemi covid mereka malas tau. Tetap berkerumun di pasar atau di acara kematian. Baginya hal ini sangat memicu terjadinya penularan covid. Karena sebagian menggunakan masker sedangkan sebagiannya tidak.

“Kalau di tanyak kenapa tidak pakai masker, mereka bilang tidak ada masker. Kalaupun dapat dari desa, mereka bilang hanya 2 buah. Bayangkan 1 KK hanya dapat 2 masker. Sementara dalam 1 KK mungkin bisa 4, bisa 6 atau lebih anggota keluarganya. Ini yang harus diperhatikan oleh pemerintah di desa juga,” urainya.

Dalam menghadapi tahun ajaran baru tanggal 12 Juli mendatang, pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, ia sarankan perlunya melakukan monitoring atau mengecek langsung sekolah soal kesiapan APD dan lain lain menghadapi proses KBM bagi siswa / pelajar.

“Setiap sekolah sudah pengadaan masker dan handsanitizer belum dari sumber dana bos? Sekolah sebagai wahana publik sangat rentan terjadinya penularan covid jika siswanya tidak memakai masker dan pihak sekolah tidak mematuhi protokol kesehatan,” tandasnya.

Penulis : Lorens

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini