HukrimNews

Tragedi Berdarah Atas Nama Investasi Pariwisata di Pantai Marosi

×

Tragedi Berdarah Atas Nama Investasi Pariwisata di Pantai Marosi

Sebarkan artikel ini
Korban Tewas dengan Luka di Dada dan Korban Penembakan dikedua Kaki serta Aparat berseragam Anti Huru Hara saat di Marosi
Korban Tewas dengan Luka di Dada dan Korban Penembakan dikedua Kaki serta Aparat berseragam Anti Huru Hara saat di Marosi

NTT-News.com, Waikabubak – Tragedi berdarah kembali mencoreng nama institusi pemegang senjata, karena dari senjata itulah satu neyawa rakyat harus melayang. Semua atas nama Investasi di dunia pariwisata. Investasi atas nama Pariwisata pun akhirnya kembali memperlihatkan muka jahatnya, dimana pada 25 April 2018 terjadi tragedi berdarah di pesisir Pantai Marosi, Desa Patiala Bawah, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, NTT.

Dengan alasan dihadang warga, Polisi dari Polres Sumba Barat yang menjaga proses pengukuran tanah mendaratkan pelurunya di tubuh dua orang warga atas nama kepentingan investasi pariwisata. Akibat tembakan tersebut, seorang warga bernama Poroduka, laki-laki, 40 tahun, meninggal ditembak di dada dan Matiduka, laki-laki, luka ditembak di kedua kakinya.

Selain itu, lebih dari 10 orang mengalami tindakan kekerasan dari aparat Polres Sumba Barat, 1 diantaranya seorang anak SMP. Demikian hal ini disampaikan Jurubicara Keluarga Korban dan Pemilik Lahan, Petrus Lolu kepada Media ini Jumat 27 April 2018. (Baca juga: Hendak Bangun Hotel di Pantai Marosi, Masyarakat Pertanyakan Investornya)

Dia menjelaskan bahwa Penembakan ini berawal dari aktivitas pengukuran lahan sekitar 200 Ha yang tersebar dalam 7 bidang pesisir pantai Marosi, Desa Patiala Bawah, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, NTT. Pengukuran ini dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumba Barat bersama PT. Sutra Marosi yang didampingi 50 orang polisi bersenjata lengkap dengan pakaian anti huru hara dan dilengkapi mobil anti huru hara pula.

Disana warga menolak keberadaan PT. Sutra Marosi yang tidak memiliki legalitas yang jelas. Karena itu, warga menolak aktivitas pengukuran lahan tersebut. Sepanjang kegiatan pengukuran warga yang melakukan protes hanya melihat aktivitas pengukuran. Namun ketika pengukuran di bidang 5, warga mengambil foto dan rekaman aktivitas tersebut, polisi langsung marah-marah dengan tidak membolehkan masyarakat merekam sembari merampas handphone milik warga yang merekam.

“Polisi marah karena aktivitas tersebut direkam, kemarahan ini dilakukan dengan merampas hp dan melakukan pemukulan. Melihat ada tindakan kekerasan dari Polisi, warga bergerombol datang ke lokasi, dan seketika Polisi langsung melakukan penembakan. Tindakan penembakan terjadi sekitar pukul 1 siang inilah yang mengakibatan seorang warga meningal, 1 orang mengalami luka ditembak di kedua kaki dan beberapa korban luka lainnya,” kata Petrus.

Dia mengisahkan bahwa penembakan telah sangat membuat rakyat marah sehingga dia berharap agar Kapolri memberikan sanksi berat kepada Aparat yang melakukan tindakan anarkis dan memecat pimpinan Polisi di Sumba Barat yang terkesan menyediakan senjata untuk menembak rakyat. (Baca juga: Formas PHMT Minta DPRD Sumba Barat Pertemukan dengan Investor)

Dia juga menegaskan bahwa tindakan pengukuran tanah yang menimbulkan satu korban jiwa harus ikut dipertanggungjawabkan pemerintah dan investor serta Badan Pertanahan Nasional Sumba Barat, sebab sebelumnya, saat Bupati melakukan mediasi pihaknya telah mengingatkan agar tidak melakukan pengukuran ulang sebab pada tahun 1994 telah dilakukan oleh PT Putra Hutama Marosi Karisma melalaui kuasa hukumnya Umbu Samapaty alias umbu Kupang.

“Beberapa kali memang sudah dilakukan mediasi karena memang belum sinkro proses jual beli tersebut. Sebelum terjadi insiden penembakan, ada mediasi terakhir dengan Bupati Sumba Barat, dan hasil mediasi tersebut tidak berkesimpulan akhir karena masyarakat meminta beberapa poin, salah satunya adalah menghadirkan kuasa hukum Umbu Samapaty selaku kuasa hukum saat itu, tahun 1994. Kedua, masyarakat meminta legalitas PT Putra Marosi Karisma saat ini, ketiga meminta kejelasan status Rony selaku kuasa hukum terbaru PT Putra Marosi Karisma dengan hubungan sama Umbu Samapaty. Apakah ada pengalihan kuasa atau apa begitu,” paparnya.

Masyarakat juga saat itu meminta legalitas perusahaan, dan ijin-ijinnya dari pemerintah, namun Bupati sat itu terkesan memang melepas tangan dengan meminta kepada masyarakat agar tetap merelakan tanah tersebut untuk tinjau ulang. “Bupati bilang mau tidak mau masyarakat harus siap untuk ditinjau ulang lokasi itu. Kami tidak terima karena permintaan kami tidak dipenuhi dan banyak kejanggalan. Sehingga kurang lebih jam 9.00 pada tanggal 25 itu, aparat berseragam lengkap sudah datang ke lokasi,” paparnya lagi.

Terkait dengan hal tersebut, dengan tegas dirinya menguntuk keras pelaku tragedi berdarah di pantai Marosi, Desa Patiala Bawah, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, NTT yang mengakibatkan 1 orang warga meninggal, 1 orang ditembak di bagian kaki dan lebih dari 10 orang mengalami tindakan kekerasan.

“Karena sudah ada keluarga kami yang meninggal, maka kami katakan disini bahkan sejengkalpun kami tidak akan mundur untuk mempertahankan hak kami,” tegas Petrus. (rey)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *