NTT-News.com, Kupang – Bupati Timor Tengah Utara (TTU), Raymundus Sau Fernandez serius memerangi kasus perdagangan manusia di wilayahnya. Komitmen ini ditunjukan melalui berbagai terobosan untuk mencari keadilan bagi para korban perdagangan manusia.
Selain melakukan moratorium pengiriman TKW/TKI ke luar negeri, Ray Fernandez juga meminta aparat penegak hukum untuk memberantas para mafia yang terlibat dalam mafia perdagangan manusia untuk diproses hukum.
Bahkan pemerintah kabupaten TTU membentuk tim Satuan Tugas Anti Human trafficking. Pembentukan tim ini merupakan respon pemkab TTU atas tewasnya Dolfina Abuk (30), seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di Malaysia dengan kondisi jasad yan penuh dengan jahitan. Raymundus Sau Fernandes mengatakan, tujuan dibentuk tim tersebut yakni untuk mengusut tuntas kasus perdagangan manusia.
Tim yang terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Tentara Nasional Indonesia (TNI, kepolisian dan pers tersebut menemui Kapolda NTT, Brigadir Jenderal Polisi Widiyo Sunaryo, Selasa, 01/11/61 di Mapolda NTT. Kehadiran tim ini untuk mempertanyakan penyebab kematian Dolfiana Abuk, hasil otopsi dan proses hukum para pelaku perdagangan manusia.
Turut hadir pada kesempatan tersebut, Bupati TTU, Raymundus Sau Fernandez, Ketua DPRD TTU, Frengky Saunoah, kadis Sosial TTU, Simon Soge dan sejumlah anggota tim yang tergabung dalam satgas tersebut.
Raymundus Sau Fernandez dalam kesempatan tersebut mengatakan pasca pemulangan jasad Dolfina Abuk yang penuh dengan jahitan, mengundang banyak pertanyaan dari keluarga korban. Apalagi kata Ray, beberapa organ tubuh Dolfina Abuk tidak diketahui. Hal itu menimbulkan banyak spekulasi dikalangan keluarga korban.
“ hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dari pihak keluarga kepada pemerintah. Keluarga korban terus bertanya-tanya penyebab kematian dari almarhuma Dolfina Abuk,” kata Raymundus.
Ray menjelaskan Keluarga hanya mencurigai hilangnya organ tubuh Dolfina sehingga kalau bisa pemerintah mengecek kembali apakah organ di dalam tubuh dolvina masih ada atau belum .
“Berbagai pertemuan sudah kami lakukan membicarakan terkait prosedur sehingga kemudian kami beraudiens dengan Kapolda untuk kami mengetahui lebih lanjut terkat prosedur apakah otopsi bisa dilakukan untuk mengecek kemvali organ tubuh bagian dalam milik dolvina abuk,” Jelas Ray.
Ray mengaku secara hukum pihaknya masih awam dan aspek otopsi kami juga kurang memahami sehingga kami ingin mendapatkan informasi soal otopsi ini. Kepastian organ dalam dari adolvina abuk ini apakah masih ada atau tidak dan itu menjadi permintaan keluarga.
Dijelaskannya Penanganan kasus yang sedang berlangsung di pengadilan kefamenanu komitmen semua anggota tim kita ingin berproses sampai dengan putusan pengadilan tetap ingin.
Terkait penanganan kasus Dolfina Abuk di TTU, saat ini sedang berproses di Pengadilan Negeri Kefamenanu. Ray berharap para pihak-pihak yang melanggar hukum dan perundag undangan terkait perdagangan manusia bisa mendapat hukuman.
Kapolda NTT, Brigadir Jenderal Polisi Widiyo Sunaryo mengatakan soal otopsi merupakan kewenangan kepolisia Diraja Malaysia karena Polda NTT tidak menangani dugaan pembunuhan Dolfina Abuk. Bila pihak keluarga korban ingin mengetahui apakah masih ada organ tubuh dalam jasad korban mungkin masih bisa dilakukan otopsi ulang oleh polda NTT. Namun dengan rentang waktu sesudah penguburan hingga saat ini tentu akan semakin sulit mengingat kondisi jasad yang sudah hancur.
“Hanya mungkin, ini sudah enam bulan, saya kuatir kondisi jasad sudah hancur. Penjelasan dari dokter forensik kepolisian mengatakan kalau sudah lebih dari satu bulan mungkin masih bisa. Tapi kalau sudah enam bulan akn sulit karena kondisi jasad yang sudah hancur,” kata Kapolda.
Pada saat itu Kapolda meminta Direktur Kriminal Umum, Kombes Yuddi Sinlaloe untuk membacakan hasil otopsi dari kepolisia Diraja Malaysia. Yuddi kemudian membacakan hasil otopsi dari dokter yang menangani Dolfina Abuk. Menurut Yuddi hasil otopsi tidak ditemukan sebaran penjualan organ tubuh seperti yang diberitakan oleh media-media diindonesia.
“Surat ini tertanggal 10 mei 2016 disampaikan kepada ibu Kartika dari pihak Konsulat Indonesia di Kuala Lumpur. Salah satu kesimpulan hasil otopsi adalah Pending Laboratorium Investigasi,” Jelas Yuddi.
Kapolda mengatakan berdasarkan hasil otopsi tersebut tidak ditemukan luka luka fatal yang menyebabkan kematian bagi korban Dolfina Abuk.
Setelah mendengar penjelasan dari Kapolda, Ray mengatakan otopsi ulang merupakan pilihan yang sangat sulit karena kondisi jasad yang sudah hancur. (EJ)