
NTT-NEWS.COM, Kupang – Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU), Frans Pangalinan marah-marah lantaran wartawan hendak bertanya soal proyek Drainase yang dikerjakan PT Bukidalam Barisani di Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah Kabupate Kupang terjadi pengurangan Volume pekerjaan.
Proyek dengan sumber dana APBN itu terjadi pengurangan akibat adanya penolakan salah satu pemilik lahan, tempat dimana proyek itu dikerjakan. Namun mengetahui sepenuhnya maksud kedatangan wartawan tersebut, Frans terlebih dahulu naik pitam.
Entah ada apa gerangannya sang Kepala ini terlebih dahulu marah-marah saat ditemui wartawan NTT-News.com dan LensaNTT.com. Dia (Frans) bahkan langsung mengatakan bahwa kalau terjadi pengurangan volume pekerjaan maka uang yang sisa dikembalikan kepada negara. “Kami pemerintah tidak makan itu uang,” demikian katanya dengan nada tinggi, Selasa (09/09) di ruang kerjanya.
Padahal awalnya Frans mengaku tidak tau tentang proyek itu, karena wartawan dengan sabar menjelaskan secara berulang kali, akhirnya memanggil kedua bawahannya untuk menjelaskan terkait proyek itu.
Hehehe, jangan-jangan proyek ini merupakan salah satu proyek yang sempat digembor-gemborkan anggota DPRD NTT, Viktor Lerik,? Tapi Frans bilang tidak urus soal Proyek Siluman, karena yang dikerjakan soal koordinasi, dan wartawan yang mendatanginya tidak boleh ikut karena masih muda dan masa depan masih panjang.
Namun, saat bawahannya ada dalam ruangan itu, mereka menjelaskan dengan cara yang sangat santun, elegan dan sangat cerdas layaknya merekalah yang lebih pantas menjadi kepala Bidang Cipta Karya.
Menurut pengawas proyek dari lembaga itu, Yoppi Siobelan, mengatakan bahwa proyek itu bersumber dari APBN, senilai Rp 2,4 milliar, dengan panjang Volume pekerjaan 570 meter, namun yang dikerjakan hanya 200 meter. Maka sisanya akan dialihkan untuk pembangunan Slokan menuju persawahan.
“Ada adendum, sisanya dialihkan untuk pekerjaan Got (slokan) menuju persawahan milik warga,” kata Yopi menjelaskan.
Sementara itu, bawahan lainnya menjelaskan perihal penolakan yang datang dari warga bernama Carlos. Menurutnya, Carlos pada saat melakukan sosialisasi pertama tidak ada ditempat sehingga tidak mengikuti sosialisasi yang dilakukan dinas terkait, sehingga dilakukan lagi sosialisasi sebanyak dua kali, tetapi tetap Carlos menolak.
“Kami sosialisasi sebanyak tiga kali, awalnya Carlos tidak ikut, jadi kita sosialisasi lagi ke dua dan ketiga, karena Carlos tidak bersedia jadi adendum. kami juga punya bukti-bukti foto waktu sosialisasi,” jelasnya. (lm)