NTT-News.com, Kupang – Pers media massa diminta untuk lebih teliti dan berhati-hati saat memberitakan paham radikalisme dan aksi terorisme pasalnya, pemberitaan dapat pula memberikan sinyal bagi teroris untuk menghindari aparat serta dapat menimbulkan trauma bagi masyarakat.
Selain itu, pemberitaan pers media massa akhir-akhir ini banyak yang belum memenuhi unsur kode Etik Jurnalis sehingga hasil artikel tersebut menyudutkan oknum atau lembaga tertentu. “Banyak pemeberitaan yang masih menyudutkan oknum dan lembaga tertentu,” Kata Ketua Dewan Pers Yosep Stenly Adi Prasetyo, Kamis 16 Juni 2016 di Kupang.
Ditegaskannya terkait paham radikalisme dan terorisme, tidak semua aspek dapat diberitakan seperti, informasi tentang posisi pelaku. Selain itu, sesuai dengan etika jurnalis foto korban maupun pelaku harus disembunyika. “Banyak aturan pemberitaan tentang radikalisme dan teroris, tapi banyak juga yang memberitakan live di telivisi sok eklusif,” tegasnya.
Ditempat yang sama Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi NTT Dion D.B. Putra menjelaskan, daerah miskin dan tingkat pendidikan yang rendah merupakan salah satu factor menyebarnya para teroris. “Daerah miskin dan tingkat pendidikan yang rendah rentan akan radikalisme dan teroris,” ujarnya.
Dia menambahkan, pemberitaan media terkait radikalisme dan teroris dapat menimbulkan efek negatife maupun positif, untuk itu media harus benar-benar waspada dalam memberitakan hal tersebut.
Dia melanjutkan, setiap pemeberitaan terkait terorisme harus berpedoman kepada UU pers, Kode Etik Jurnalis Dan Pedoman pemberitaan Terorisme yang diterbitkan oleh dewan Pers Indonesia. “Hati-hati dalam memberitakan radikalisme dan terorisme,” tegasnya. (*/rey)