NTT-News.com, Jakarta – Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, bahwa stok pangan di electronic warung gotong royong (e-warong), dipasok oleh Perum Bulog bisa berdampak positif terhadapkestabilan harga di pasar.
“Stok pangan di e-warong yang dipasok Perum Bulog yang memiliki fungsi public service obligation dan Rumah Pangan Kita (RPK), sehingga ketika masif dilakukan tidak perlu lagi operasi pasar, ” ujar Mensos usai peluncuran layanan e-warong KUBE PKH, Koperasi Masyarakat Indonesia Sejahtera bantuan sosial dan subsidi di Kota Bekasi, Jumat (30/12/2016) sore.
Sejak Agustus lalu, kata Mensos, badan hukum e-warong adalah Koperasi Masyarakat Indonesia Sejahtera (KMIS). Setiap penerima PKH yang teregistrasi di e-warung tertentu otomatias menjadi anggota koperasi.
“Kalau di warung biasa dihutangi terus maka larinya pinjem uang ke rentenir. Tetapi penerima PKH bisa mengatur dengan teregistrasi di e-warung tertentu secara otomatis menjadi anggota KMIS, ” ucapnya.
Bantuan sosial (bansos) PKH dengan format non tunai efektif mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap rentenir. Bahkan, bisa menghapuskan sama sekali jika dikelola dengan mengoptimalkan e-warung.
“PKH dengan format non tunai efektif dan bisa memutus ketergantungan masyarakat dengan rentenir dengan mengoptimalkan peran e-warong, ” katanya.
Hal itu sejalan dengan arahan Presiden bahwa bansos-bansos dan subsidi harus dimaksimalkan secara non tunai. Bansos dalam koordinasi Kementerian Sosial sudah menggunakan mekanisme non tunai, yaitu PKH.
“Hingga hari ini, bansos yang sudah diserahkan secara non tunai adalah PKH mencapai 1,2 juta dan diterima penerima manfaat program, ” tandasnya.
Tahun depan, bansos PKH secara non tunai ditargetkan ditingkatkan dari 1,2 juta menjadi 3 juta atau 50 persen dari 6 juta jumlah penerima PKH di seluruh Indonesia.
“Target penerima bansos PKH secara non tunai ditingkatkan dari 1,2 juta menjadi 3 juta atau 50 persen dari total 6 juta di seluruh Indonesia, ” terangnya.
Penerima beras sejahtera (rastra) tahun depan ditargetkan 1,4 juta dari subsidi menjadi bantuan pangan yang sudah terkonversi. Dipastikan penerima tidak lagi harus menebus Rp 1.600 per kg beras.
“Kalau subsidi pangan penerima harus menebus per kg beras Rp 1.600, tapi dengan bantuan pangan dalam KKS ditopup Rp 110 ribu setiap bulan dan dikonversi di e-warung dengan beras, gula dan minyak goreng, ” katanya.
Dari topup Rp 110 ribu tersebut, misalnya, warga membutuhkan beras medium 10 kg Rp 79 ribu, sisanya bisa disimpan dan dipastikan tidak hilang dan hangus serta terakumulasi topup pada bulan berikutnya.
“Kita berharap dengan model seperti ini akan memberikan ruang bagi warga kurang mampu memilih varian-varian, seperti beras tersedia medium, premium hingga super. Berbeda dengan raskin kadang-kadang ditemukan beras berbatu, berbau atau berwarna kuning dan sebagainya, ” pangkalnya. (rls)