NTT-News.com, Kupang – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) menemukan banyak kecurangan saat melakukan verifikasi faktual dukungan terhadap dua bakal pasangan calon (Paslon) independen yang telah mendaftar ke KPU.
“Kecurangan ini ditemukan hampir di setiap kelurahan yang didatangi tim verifikasi faktual. Bahkan ada warga yang tidak tahu namanya ada dalam surat dukungan,” kata Juru Bicara KPU Kota Kupang, Dani Ratu, Rabu, 31 Agustus 2016.
Dua pasangan calon indpenden yang mendaftar ke KPU Kota Kupang yakni Habde Dami-Ferdinandus Lehot (Adil), dan Matheos Viktor Mesakh-Viktor Mambait (Viktory).
Tidak hanya itu, menurut Dani, tim verifikasi juga menemukan warga yang namanya masuk dalam surat dukungan, namun saat diverifikasi warga tidak berdomisili pada alamat yang tertera.
Bahkan di Kelurahan Sikumana saat verifikasi faktual bakal calon independen Habde Dami-Ferdinandus Lehot, ada warga yang bertindak ekstrim dengan merampas KTP dan KK, karena merasa tidak pernah mendukung calon independen di Pilkada Kota. “Ini punya saya kenapa ada di anda, kembalikan,” kata Dani mengutip pernyataan warga.
Dia mengaku banyak pendukung yang menarik dukungannya, karena merasa tidak pernah dimintai secara langsung atau tidak langsung oleh pasangan calon dengan menyerahkan KTP dan KK. “Banyak warga yang menarik dukungan, karena merasa tidak pernah memberikan dukungan bagi calon independen,” katanya.
Divisi Pencegahan Panwaslu Kota Kupang, Ismael Manoe mengatakan warga harus paham bahwa verifikasi faktual ini sebagai tahapan bakal calon independen menuju ke pendaftaran. Karena tujuan verifikasi ini untuk membuktikan kebenaran sesuai dengan daftar dukungan, namun tidak dipakai untuk menentukan pilihan pada saat Pilkada nanti.
“Masih wajar, jika warga sedikit reaksional, karena merasa tidak pernah memberikan KTP. Intinya kalau memang dukungannya tidak benar, maka warga akan minta untuk menandatanggani berita acara pernyataan tidak mendukung,” katanya.
Temuan tim verifikasi di lapangan ini, menurut dia, belum termasuk sebagai pelanggaran Pilkada atau pidana pemilu, jika dikatakan pelanggaran administrasi masih mungkin. “Sepanjang yang ditemukan panwaslu saat ini belum memenuhi unsur pelanggaran pemilu,” ujarnya. (*/rey)
NTT Terkini