HukrimNews

Korban Human Trafficking Mengaku Diperlakukan Tidak Manusiawi

×

Korban Human Trafficking Mengaku Diperlakukan Tidak Manusiawi

Sebarkan artikel ini
W, Perempuan asal Medan yang meruapakan Majikan SN saat Digiring ke Mobil Polisi
W, Perempuan asal Medan yang meruapakan Majikan SN saat Digiring ke Mobil Polisi

NTT-News.com, Kupang – Dua korban Tindak Pidana Penjualan Orang, (TPPO) atau Human Trafficking inisial SN, (16) dan DF (16) mendarat di Bandara El Tari Kupang pada Pukul 22.00 Selasa, (04/10) malam lalu.

Mereka tiba dengan Pesawat Batik Air tujuan Surabaya-Kupang, kedua bocah SN asal Desa Baumata Timur, Kabupaten Kupang dan DF asal Eban, Kabupaten Kefamenanu, dipulangkan bersama majikan SN atau Bos inisial W asal Propinsi Nangro Aceh Darusalam, mereka dikawal ketat Tim Satgas Polda NTT.

Kapolres Kupang, AKBP Ajie Indra Dwiatma, sekaligus Ketua Satgas TPPO Polda NTT, menyampaikan kedua korban berhasil dibuntuti pihaknya atas hasil pengembangan penyidikan dari para sindikat yang sementara mendekam dibalik jeruji besi Polres Kupang.

“Terungkapnya semua ini, atas pengembangan informasi dari para TSK inisial N. Setelah diketahui saat proses penyidikan, Tim kami langsung berkoordinasi dengan Polda Aceh. Dan selanjutnya Tim turun untuk temui kedua Korban baru kemudian bekuk majikan W, satunya, Majikan DF kabur,” Ungkap Ajie, Rabu (05/10) siang ini di Mapolres setempat.

Ditambahkan Ajie, Kedua bocah ini hidupnya terbilang sengsara, karena dimigrasikan SF sejak bulan Januari 2016 dan DF Tahun 2015 hanya dapat berbaring di Malam hari beralaskan Kardus dan Koran.

“Kedua anak ini dikirim melalui perusahaan ilegal. DF sejak bulan Januari 2016 lalu sedangkan SN Tahun 2015. Pada waktu itu Mereka juga kesana tanpa dokumen resmi. Modusnya sama memalsukan dokumen keterangan domisili. Parahnya tempat tidur tidak layak. Tidur bermodalkan Kardus dan Koran,” jelas Ajie

Lebih lanjut, Ajie menerangkan bahwa ketika korban dijemput pihaknya, SN (Korban) merasa ketakutan karena sudah dicuci pikiran oleh pelaku W. Tak hanya itu, mereka juga informasikan bahwa apabila berani membeberkan ke pihak lain maka korban akan dilaporkan ke Polisi.

“Sesuai pengakuan para korban, saat direkrut mereka dijanjikan gaji sebesar Rp 800-1.000.000 per bulan dan diberi kontrak secara lisan. Namun, selama bekerja tujuh bulan sebagai pembantu rumah tangga, korban belum pernah diberi gaji,” tambah Ajie

Sementara itu, SN yang berhasil diwawancarai Wartawan mengatakan kehidupan mereka diperantaun sangatlah sengsara. “Saya diperlakukan tidak manusiawi di Aceh oleh ibu W, kerja dari pagi jam 8 sampai Jam 8 malam habis itu disuruh pijit sampe jam 2 malam. Sewaktu masih di Medan juga saya sering di ancam ibu Melan, (Majikan yang masih berstatus buron) maupun pak Johan,” terang SN

Terpisah, DF mengatakan hal yang sama, sebab, ketika di PT Cut Sari Asi, (CSA) di Medan juga sering diperlakukan kasar oleh Bos PT CSA serta ke Empat anak majikannya. “Anaknya Cintya itu biasa pukul juga, kasar dan sering kita diancam. Bahkan, ada pembatu yang sudah lama asal NTT nama Olivia Lopes juga jahat,” aku DF. (George)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *