Life StyleNews

Kaukus Perempuan Parlamen NTT Bertekad Usut Masalah Trafficking

×

Kaukus Perempuan Parlamen NTT Bertekad Usut Masalah Trafficking

Sebarkan artikel ini
Kaukus Perempuan Parlemen DPRD NTT dan Direktris Rumah Perempuan
Kaukus Perempuan Parlemen DPRD NTT dan Direktris Rumah Perempuan

NTT-NEWS.COM, Kupang – Kaukus Perempuan Parlamen DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dimotori oleh enam orang Srikandi di lembaga itu bertekad menuntaskan masalah Trafficking, pekerja anak dan pernikahan dini yang marak terjadi di daerah ini melalui kerjasama dengan banyak pihak termasuk LSM.

“Beberapa aspek yang menjadi prioritas KPP NTT yaitu menuntaskan masalah Trafficking, perdagangan anak serta pernikahan dini,” kata Ketua KKP DPRD NTT Mercy Piwung kepada wartawan, Rabu, 2 September 2015 usai mengikuti training dari LSM IRI di ruang Badan Kehormatan Dewan.

Isu perdagangan manusia (Human Trafficking), menurutnya, masih terjadi di daerah ini, walaupun dia mengaku prosentasenya terus menunjukan penurunan di bandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Saya pernah membebaskan ratusan TKI illegal di bawah umur ditampung di Jakarta dan puluhan TKI asal Sumba yang ditampung di Kupang,” katanya.

Masalah pernikahan dini, di wilayah Kota Kupang memang tidak terasa, namun di pedesaan masih dikenal dengan sistem perjodohan oleh orang tua, sehingga banyak anak yang masih berusia 15 tahun kebawah sudah di paksa menikah.

Masalah lain yang menjadi perhatian KPP adalah masalah pekerja anak dan anak jalanan serta perdagangan anak. “Masalah ini yang menjadi prioritas dalam program kerja kami selama lima tahun ke depan,” kata Mercy.

Sementara Direktris Rumah Perempuan Kupang, Libby Sinlaloe menuturkan, anak jalanan dan perdagangan anak masih banyak terjadi di NTT, hal itu disebabkan kurangnya perhatian dari pemerintah daerah dalam kebijakan-kebijakannya.

“Masalah ekonomi menjadi pemicu adanya anak jalanan. Harusnya masalah itu menjadi tanggungjawab negara sesuai yang tertuang dalam undang-undang,” tegasnya.

Karena itu, pihaknya terus memberi sosialisasi melalui media hingga sekolah-sekolah tentang pentingnya wajib belajar sembilan tahun bagi anak. “Masalah anak harus ada perhatian dan pengawasan dari pemerintah. Sehingga anak bisa menikmati masa belajarnya, bukan malah menjadi pekerja,” tegasnya. (Rm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *