NTT-News.com, Tambolaka – Ijazah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) milik Bupati Sumba Barat Daya (SBD), Markus Dairo Talu dipertanyakan keabasahannya oleh sekelompok masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Peduli Demokrasi Jujur dan Adil.
Sebelumnya, pada Jumat 19 Januari 2018 Aliansi ini sempat melaporkan dugaan kepemilikan Ijazah Palsu bersama penasehat hukum mereka. Sedangkan pada Jumat 26 Januari 2018 lalu, aliansi ini menggelar aksi simpatik dari Bekas Pasar Radamata menuju Kantor Panwaslu SBD.
Pada saat itu, aksi simpatik ini dipimpin oleh Koordinator Umum, Laurens M. Dadi, Koordinator Lapangan, Yosias Ganggar dan anggota sekaligus Orator, Frederikus B. Dadi, Yohanes Mone dan Fabianus alias Tibo. Dalam aksi ini masyarakat yang hadir kurang lebih 50 orang membawa spanduk menyatakan mendukung penuh Panwaslu dan KPUD SBD agar mengusut tuntas dugaan kepemilikan ijazah palsu Bupati Markus Dairo Talu, yang juga menjadi peserta atau bakal calon bupati pada Pilkada SBD tahun 2018.
Fredrikus Boloe Ladi, dalam orasinya mengatakan Ijazah SD milik Markus Dairo Talu diduga kuat palsu karena tidak memiliki materai sebagaimana lazimnya dengan ijazah SD lainnya seperti milik calon bupati lain; Kedua, pada copyan ijazah tanpa cap (stempel) sekolah yang bersangkutan; Ketiga, pada Phas Foto pemilik ijazah tidak terdapat cap tiga jari sebagaimana biasanya sesuai ketentuan yang berlaku.
Untuk Ijazah SMP, tulisan tangan tidak sama antara satu isian dengan isian berikutnya, serta terkesan menggunakan ballpoin dengan tinta yang berbeda. Bahkan diduga telah dilakukan tip ex untuk melakukan penulisan ulang, lalu dicopy lebih lanjut.
“Kejanggalan lain pada ijazah SMP tertulis tahun ujian pada tahun 1978 sedangkan tahun lulus tahun 1979. Berikutnya tahun penetapan peserta ujian tahun 1978 sama dengan tahun ujian tahun 1978. Tercatat bahwa ujian tersebut berlangsung pada bulan Nopember 1978, padahal semestinya tahun penetapan peserta ujian tahun 1978, lalu tahun ujian 1979 dan tahun ijazah 1979 sesuai tahun ujian,” tandas Fredy.
Sedangkan untuk Ijazah SMA juga diduga mempunyai kejanggalan-kejanggala sebagai berikut: Pertama, tercatat pada ijazah bahwa yang bersangkutan tamat SMA pada tahun 1985, dengan catatan bahwa yang bersangkutan mulai bersekolah tahun 1982. Sementara pada saat itu, yang bersangkutan sudah diangkat menjadi anggota TNI pada tahun 1981 dan segera mengikuti pendidikan ketentaraan pada tahun 1981.
“Hal yang menjadi pertanyaan adalah apakah bisa seseorang yang baru bertugas sebagai anggota TNI sudah bisa melanjutkan pendidikannya padahal baru bertugas 1 tahun. Dan biasanya seseorang yang telah bekerja bisa mengikuti program paket C untuk mendapatkan ijazah setara SLTA bukan sekolah formal secara reguler,” bebernya.
Sementara Yosias Ganggar, meminta agar Panwaslu SBD tidak takut untuk mengungkap sejujur-jujurnya tanpa takut dan tunduk pada intervensi penguasa atas dugaan penggunaan dan kepemilikan ijazah palsu bakal calon bupati SBD, Markus Dairo Talu. “Panwaslu harus berani bersikap untuk menyatakan yang sebenarnya dan tidak boleh mengambil keputusan berdasarkan pesan dari lembaga penyelenggara lainnya. Harus berani bersikap atas dugaan ini,” tandasnya.
Demikian juga Yohanis Mone bahwa dugaan kepemilikan ijazah palsu ini perlu ditelusuri secara seksama oleh Panwaslu dan KPUD SBD agar polemik ini tidak menjadi bola liar. Selain ini Panwaslu dan KPU harus transparan mengungkap dugaan kepemilikan ijazah palsu ini, sebab jika terbukti palsu maka Markus Dairo Talu telah melakukan penipuan terhadap masyarakat umum dan negara.
Sedangkan Fabianus, meminta agar Panwaslu segera turun ke lapangan untuk melakukan cross chek terhadap kebenaran kepemilikan ijazah yang diduga palsu itu. “Meskipun kami minta untuk turun ke lapangan, kami juga sudah lebih dahulu ke sana dan menemukan kejanggalan bahwa SMA LPPU Minpersdam itu tidak ada di Jakarta Pusat sana,” tandasnya.
Lorens M. Dadi, ketika itu juga meminta kepada Panwaslu dan KPU setempat agar dalam waktu dekat, sebelum penetapan yang dijadwalkan pada tanggal 12 Februari 2018 mendatang, Panwaslu dan KPU sudah memanggil Markus Dairo talu untuk mengklarifikasi dugaan kepemilikan ijazah palsu tersebut dengan membawa serta ijazah aslinya dari SD, SMP dan SMA.
“Kami tidak mempersoalkan kepemilika Ijazah Sarjana dari Pak Markus Dairo Talu, karena itu telah ditelusuri oleh TPDI beberapa tahun yang lalu. Saat ini kami fokus pada ijazah SD, SMP dan SMA. Jadi kalau di media online menuturkan bahwa ijazah sarjananya asli lalu meminta aliansi untuk mengecek ke UKI, itu bukan yang kami duga palsu. Pak Markus silakan buktikan dari dari SD sampai SMA saja,” tegas Lorens.
Dia juga meminta Panwaslu agar dalam mengklarifikasi kebenaran ijazah tersebut, agar tetap melibatkan pemilik Aliansi dengan pembuktian menunjukkan ijazahasli dari SD sampai SMA. “Panwaslu kalau mau memutuskan asli atau tidaknya ijazah ini maka harus tunjukkan kepada kami juga ijazah aslinya. Jangan lagi membawa ijazah foto copyan seperti yang kami pegang saat ini,” tegasnya lagi.
Sementara Staf Panwaslu, Mutak Malo yang menerima kedatangan para demonstran mengatakan bahwa apa yang menjadi tuntutan dari Aliansi Rakyat Peduli Demokrasi Jujur dan adil akan disampaikan kepada pimpinan Komisioner Panwaslu ketika kembali dari Kupang. Ketua dan anggota Komisioner Panwaslu pada saat itu dilaporkan Mutak, sedang berada di kupang untuk mengikuti rapat koordinasi. (Yunia)