NTT-News.com, Kupang – Pernyataan Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS) Nusa Tenggara Timur (NTT), Herry Battileo yang dilansir sebuah media online bahwa 90 persen perusahaan media di NTT tidak berbadan hukum dinilai blunder. Pasalnya hanya Dewan pers yang bisa menyatakan apakah sebuah perusahaan pers sudah memiliki ijin atau tidak
Hal ini dikatakan Ketua Komunitas Wartawan Media Online NTT, Joey Rihi Ga terkait peyantaan Ketua SPS NTT, Rabu 7 April 2016.
“Pernyataan Herry Battileo ini kapasitasnya apa? Dia ketua SPS NTT, bukan Dewan Pers. SPS tidak punya hak untuk menilai bahkan memutuskan apakah sebuah perusahaan pers ilegal atau tidak,” tegas Rihi Ga.
Lebih lanjut dia katakan bahwa Peraturan Dewan Pers tentang lembaga hukum yang dikeluarkan dewan pers seperti, Yayasan, Koperasi dan Perseroan Terbatas adalah produk baru. Sedangkan media-media di NTT sudah berjalan dengan lembaga hukum yang di syahkan oleh lembaga hukum negara sebelum produk dari dewan pers itu keluar.
“Sebelum Dwan Pers menetapkan aturan tentang badan hukum seperti PT, Yayasan dan Koperasi, sudah banyak media di NTT yang memproduksi berita lewat lembaga yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Kupang. Kami dari Kowmen meminta sudara Herry Battileo menyebut media apa saja yang menjalankan tugas hanya mengandalkan kartu pers dan pemberitaannya terkesan mengintimidasi,” tandas Joey.
Dia membenarkan bahwa hampir semua media di NTT terutama Media Online sudah pernah mengikuti pendataan dan verifikasi lewat lembaga yang di tunjuk oleh dewan pers. “Kita sudah pernah didata dan itu bisa dilihat di website dewan pers. Benar bahwa ada banyak media yang belum terverifikasi karna masih menggunakan lembaga sebagai badan hukum dalam memproduksi berita,” katanya.
Pernyataan Herry Batileo lanjutnya, merupakan bentuk pembunuhan karakter terhadap sejumlah media di NTT termasuk Media Online di NTT. “Saat ini SPS sedang melakukan pendataan tapi perusahaan media harus membayar uang minimal tuga juta rupiah. Mungkin bagi orang lain itu uang kecil, tapi bagi kami di NTT jumlah tersebut terlampau besar. Harusnya kalau dewan pers menugaskan SPS untuk melakukan pendataan harus dewan pers juga harus mendukung dengan dana, jangan dibebenakan kepada perusahaan pers,” pungkas Joey.
Sementara Ketua SPS NTT, Herry Battileo yang dikonfirmasi media ini mengatakan bahwa menindaklanjuti peraturan dewan pers nomor 04/peraturan_DP/III/2016 tentang standar pers, Dewan Pers telah menetapkan SPS sebagai Lembaga Pelaksana Verifikasi Perusahaan Pers dengan Surat Keputusan dewan Pers Nomor. 01/SK_DP/III/2005 tertanggal 24 Maret 2015.
Bunyi poin pertama, Setiap perusahan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia, yaitu Perseroan Terbatas (PT) atau Yayasan atau Koperasi dan Perkumpulan (pasal 9 ayat 2 uu Pers dan edaran pers.
Kedua, Badan hukum untuk penyelenggaraan usaha pers adalah badan hukum yang secara khusus menyelenggarakan atau menyalurkan informasi. Bentuk badan hukum untuk usaha pers tidak dapat dicampur dengan usaha lain selain di bidang pers.
“Pasal 1 angka 2 UU pers dan edaran dewan pers, dan Badan hukum perusahaan pers harus mendapat pengesahaan dari departemen Hukum dan HAM, jadi jelas kapasitas saya sebagai perusahaan pers. Jika ada yang merasa bahwa SPS tidak berhak ya silakan jalan saja, tapi saya secara aturan, dan saya juga tidak sedang berusaha mencederai perusahaan yang lain,” tuturnya. (rey)