Lintas FlobamoraNews

Atasi Kekerasan Perempuan dan Anak, Emi Nomleni Ajak Gereja di NTT

×

Atasi Kekerasan Perempuan dan Anak, Emi Nomleni Ajak Gereja di NTT

Sebarkan artikel ini
Cawagub NTT, Emilia Nomleni saat bersama para pedagang Pasar Matawai di Waingapu
Cawagub NTT, Emilia Nomleni saat bersama para pedagang Pasar Matawai di Waingapu

NTT-News.com, Kupang – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak bisa dianggap remeh. Dari 2002 sampai dengan 2017, berdasarkan data yang dikeluarkan ‘Rumah Perempuan Kupang’, sudah terjadi 3.621 kasus kekerasan.

Walau dalam dua tahun terakhir kasus ini mengalami penurunan, yaitu dari 327 kasus (2016) ke 320 kasus (2017), namun jumlah ini masih terhitung tinggi. Menanggapi persoalan itu, Cawagub NTT nomor urut 2, Emellia Julia Nomleni, mengajak gereja untuk terus melakukan pelayanan peningkatan spiritualitas umat sebagai solusi untuk mengurangi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Untuk menghilangkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, minimal mengurangi, bisa kita lakukan dengan belajar pada kebiasaan gereja maupun agama lain. Dalam gereja maupun agama lain, selalu diajarkan cinta kasih dan pembentukan spiritualitas,” kata Emelia di Kupang, Sabtu (31/3/2018).

Menurut Mama Emi, demikian Cawagub NTT dari nomor urut 2 ini disapa, persoalan psikologi dan spritualitas pelaku kekerasan menjadi penting untuk diteliti.

“Kita selama ini selalu berpikir, ‘oh, dia lakukan kekerasan, jadi harus dihukum seberat-beratnya’. Kita tidak pernah berpikir kehidupan spiritualitas pelaku kekerasan. Bagi saya ini sangat penting, karena kita langsung bersentuhan dengan inti permasalahan, yaitu pelaku kekerasan,” jelasnya.

Sebagai seseorang yang mendalami betul ajaran agamanya, Emi Nomleni percaya apa yang dilakukan pihak gereja maupun institusi agama lain yang mengajarkan kasih sayang, merupakan sebuah solusi dari kasus kekerasan perempuan dan anak ini.

Menurutnya, yang membuat pentingnya peran institusi agama dalam kasus kekerasan perempuan dan anak adalah, kecenderungan pelaku merupakan orang terdekat.

“Kasus kekerasan itu biasanya terjadi pada orang-orang terdekat. Pemerintah bisa saja mengintervensi dengan berbagai program, namun gereja maupun agama lainnya telah menunjukkan jalan yang baik. Mungkin karena saya dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang menjalani ajaran cinta kasih,” katanya.

“Pembinaan dari gereja, baik Katolik dan Protestan maupun Islam dan agama lain, mengajarkan kasih sayang. Bagaimana keluarga itu dibentuk, relasi, dan lain-lain. Di rumah itu ada didikan yang mengarah pada cinta kasih. Kalau gereja sudah memulai dengan spiritual yang kuat, maka bisa mendorong semua orang menciptakan kepedulian terhadap perempuan dan anak,” imbuhnya.

Dikatakan Emi, pendekatan melalui sejumlah stakeholder di luar pemerintah, seperti gereja, LSM, organsiasi komunal, baik di tingkat desa dan kecamatan, sangat diperlukan.

“Terus terang saja, tidak semua hal jadi tanggungan pemerintah semata. Yang saya pastikan itu, gereja sudah memulai cukup lama. Pemerintah itu biasanya lebih pada pendekatan formal. Dan bisa dilakukan dengan model pencegahan dan penanganan,” katanya.

Ke depan, sambungnya, akan dibentuk kelompok-kelompok yang membicarakan khusus kasus kekerasan ini. “Ini menjadi agenda besar dari kita. Kita akan membuat kelompok-kelompok yang terdiri dari banyak stakeholder, baik pemerintah, gereja, LSM, untuk mendorong dan menjaga perempuan dan anak dari kekerasan,” tegasnya. (*/tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *