NTT-News.com, Tambolaka – Direktur Rumah Sakit Karitas Waitabula dr. Didik Hady Santosa mengklarifikasi dugaan mengcovid-kan pasien bernama Yohanes Nani Misa (YNM) yang meninggal dunia dengan diagnosa Covid-19 yang dirawat di RS Karitas sejak 15 hingga 21 Agustus dan meninggal dunia pada pukul 20.00 WITA.
Direktur RS Karitas yang akhirnya mendapat panggilan dari Satgas Covid-19 Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) Nusa Tenggara Timur, Senin (23/8/2021) memberi klarifikasi dan menjelaskan pada media usai pertemuan dengan Tim Satgas, bahwa pihaknya tidak pernah mengcovidkan pasien berinisial YNM.
Pertemuan Direktur RS Karitas dengan Satgas Covid-19 SBD dihadiri oleh Kadis Kesehatan, Ketua Pelaksana Posko Covid-19, anggota Satgas dari unsur TNI/Polri dan tim edukasi penanganan Covid-19 serta insan pers.
Pasien tersebut merupakan pasien komorbid (mempunyai penyakit bawaan) yaitu kencing manis, sejak masuk opname pada 15 Agustus langsung dilakukan pemeriksaan rapid antigen dengan hasil rapid positif Covid-19.
“Kami mengikuti SOP yang berada di RS, setiap pasien sudah berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, hasil pemeriksaan LAB rapid antigen menyatakan positif. Sehingga dokter mendiagnosa pasien tersebut terpapar Covid-19 berdasarkan hasil pemeriksaan sejak hari itu. Hasil rapid tes antigen ini sudah kami sampaikan pada keluarga, dan keluarga juga sudah menandatangani hasil pemeriksaan rapid,” ujarnya.
Lebih lanjut Didik menjelaskan bahwa pihaknya memberikan edukasi pada keluarga bahwa pasien harus dirawat di ruang isolasi Covid-19 yang ada di Karitas. Pasien Yohanes selama perawatan ditempatkan di ruang Vinsensius yang merupakan ruang isolasi.
“Ruang isolasi kami berjumlah 12 untuk merawat pasien dengan gejala sedang dan berat. Untuk yang ringan kami edukasi agar melakukan isolasi mandiri, dengan adanya kebijakan dari Pemerintah isolasi terpusat, kami berikan datanya pada Satgas untuk ditindak lanjuti,” ujarnya lebih lanjut.
Dia menjelaskan bahwa pada hari-hari terkahir hingga alm. Yohanes meninggal dunia, dari pagi hari sudah menunjukan perburukan, Karitas sudah melakukan penanganan secara prosedur, ada dokter penyakit dalam, sebelum meninggal dunia sudah mendapatkan pelayanan dari dokter umum dan perawat.
Karena pasien ini pasien usia lanjut dan pasien dengan komorbid, maka dokter penyakit dalam memberikan sedikit kelonggaran agar ada 1 orang dari keluarga yakni anaknya yang bernama Selviana untuk mendampingi bapak Yohanes.
Alasannya beberapa pasien usia lanjut yang dirawat sebelumnya mengalami stress, sehingga disarankan ada 1 orang dari keluarga yang mendampingi.
“Saudari Selviana selama mendampingi menggunakan APD sesuai standar yang ada di RS sama dengan petugas yang merawat bapak Yohanes,” katanya.
Dirinya menambahkan, jika melihat dalam foto-foto yang dipublikasikan oleh keluarga tidak patuh dalam menggunakan APD, memang keluarga mengajukan keberatan menggunakan APD karena panas.
Beberapa kali keluarga membuka masker, mau melepas APD, tetapi perawat selalu mengingatkan dan meminta yang bersangkutan untuk tetap menggunakan APD.
“Dalam perawatan jenazah, perawat kami yang melakukan pemulasaran jenazah, memandikan, memasukan di kantong jenazah sampai dengan memasukan dalam peti jenazah. Memang ada 1 orang dari pihak keluarga yang diperbolehkan menunggu saat pemulasaran jenazah tetapi dengan menggunakan APD,” ujarnya.
“Karena posisi malam itu kami merawat 4 pasien Covid-19 dengan gejala berat, sedangkan jumlah perawat yang terbatas, sehingga pada saat memandkan jenazah, petugas sempat minta bantuan pada keluarga untuk membantu membalikan tubuh bapak Yohanes,” tambahnya lagi.
Iapun membantah bahwa pelayanan yang diberikan oleh RS Karitas tidak memenuhi SOP dari Kemenkes, dirinya mengakui bahwa kendala yang dihadapi oleh pihak Karitas adalah kurangnya tenaga perawat untuk merawat pasien khususnya yang terpapar Covid-19.
Rey M