NTT-News.com, SBD – Sedang heboh sebuah pemberitaan yang menerangkan seorang Mahasiswa mendapat gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) hanya menempuh proses perkuliahan sebanyak 17 Satuan Kredit Semester (SKS).
Diketahui, Wisudawan itu bernama Yohanis Rehi yang saat ini menjabat sebagai Kepala Desa Kahale, Kecamatan Kodi Balaghar, Sumba Barat Daya, NTT. Ia memperoleh gelar Strata Satu (S1) Pendidikan Agama Kristen di salah satu perguruan tinggi, yakni Sekolah Tinggi Agama Kristen Teruna Bhakti di Yogyakarta.
Tentunya, proses tersebut akan menjadi tanda tanya publik ketika seorang Mahasiswa yang hanya menempuh 17 SKS lalu mendapat penambahan gelar. Sementara, banyak Mahasiswa yang mengaku bahwa proses perkuliahan tidak semudah seperti yang dilalui oleh Kades Kahale.
Seperti yang dikatakan oleh Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sumba Barat Daya, Tobias Talu menilai proses perkuliahan yang hanya menempuh 17 SKS merupakan proses yang abal-abalan. Ia menyebut pernyataan itu sebagai bentuk penipuan kepada masyarakat.
Pasalnya, jika merujuk dari permendikbud, minimal jumlah SKS yang telah ditempuh oleh seorang Mahasiswa Strata Satu (S1) minimal 144 SKS. Dengan demikian, pernyataan Kades Kahale tidak dibenarkan yang hanya menempuh 17 SKS.
“Ini proses perkuliahan yang abal-abalan, tidak bisa dibenarkan, ini penipuan kepada publik. Dan ini juga menjadi pertanyaan besar bagi kampus yg mengesahkan sebagai sarjana, perlu dipertanyakan keabsahan kampus tersebut,” tegas Tobias ketika dihubungi wartawan NTT-News.com, Selasa (26/07/2022).
Tobias menyayangkan sikap seorang pemimpin yang menggelontarkan pernyataan yang tidak sesuai proses perkuliahan pada umumnya. Jangan sampai, kata Tobias, dunia pendidikan di anggap sebagi formalitas saja.
Dengan adanya pernyataan itu, semua orang akan beranggap bahwa untuk memperoleh gelar sarjana sangatlah mudah.
“Masyarakat akan beranggap, biar tidak mengikuti kegiatan belajar mengajarnya tetapi bisa mendapatkan ijasah yang sah. Jangan sampai ada masyarakat juga menganggap, ada uang ada ijasah,” sebutnya.
Tobias mencontohkan dirinya yang melalui proses perkuliahan yang tidak mudah prosesnya. Bahkan, Tobias mengaku menempuh seratus lebih SKS untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Sebagai sarjana pendidikan, Tobias menerangkan ada beberapa tahap yang menjadi matakuliah pra-syarat sebelum yudisium. Diantaranya, mengikuti Microteaching, PPL, KKN, mengerjakan Proposal dan Skripsi.
Tentunya, tahap itu tidaklah mudah bagi Mahasiswa untuk melaluinya.
“Pada umumnya, Mahasiswa menempuh seratus lebih SKS, walaupun Mahasiswa mengambil mata kuliah semester atas karena skil dalam menyelesaikannya, SKS itu tetap dihitung, sehingga bisa dijumlahkan pemerolehan Indeks Prestasi Komulatif (IPK),” pungkasnya
Ia meminta pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya lewat intansi terkait supaya memastikan legalitas ijasah kades tersebut serta kades kahale dapat mengklarifikasi pernyataan secara terbuka.
Hal senada pun disampaikan oleh seorang Mahasiswa di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Fakultas kesehatan Masyarakat, Agustinus Milla Ate mengaku heran atas proses yang hanya menempuh 17 SKS lalu diwisudakan.
Agustinus mengaku, dirinya harus menyelesaikan 144 SKS untuk mengantongi Surat Keterangan (SK) Yudisium. Dengan demikian, Mahasiswa baru dipastikan layak mendapat penambahan gelar.
“Ini aneh, kuliah macam apa ini? masa 17 SKS dapat gelar S.Pd? ini penipuan, masyarakat harus diedukasi dengan baik, jangan sampai terpengaruh dengan proses yang tidak benar itu,” katanya.
Baca Juga: Kades Kahale Wisuda dengan 17 SKS, Dosen S2 Angkat Bicara; memalukan NTT
Walaupun proses perkuliahan daring, Agustinus menegaskan, jumlah SKS tidak akan berubah. Dirinya menduga, proses perkuliahan itu hanya fiktif belaka. Sebab, banyak kampus bodong yang mewisudakan Mahasiswa dengan menyiapkan jumlah uang. Padahal tidak melakukan proses perkuliahan.
“Bisa saja kita menduga, ketika seseorang menyampaikan salah tentang proses itu tidak mengetahui proses kuliah yang sebenarnya. Pasti akan jawab saja, yang penting ada ijasah sarjana,” sebutnya.
Ia berharap, Kades Kahale segera klarifikasi pernyataannya, meskipun dibenarkan bahwa 17 SKS, perlu penjelasan secara detail. Sehingga publik tidak menduga-duga atas persoalan tersebut.
Baca juga:Â Tuntut Percepat Penanganan Kasus Pemalsuan Tanda Tangan, Masyarakat Desa Kahale Demonstrasi di Polres SBD
Hingga berita ini ditayangkan, Kades Kahale, Yohanis Rehi belum memberi tanggapan setelah dihubungi wartawan NTT-News.com via whatshap. (RIAN)